Minggu, 28 Desember 2008

Heart For Israel Worship Vol. 1

Link

HALELU-YAH

Kisah sejatiku di minggu-minggu Hanukah yang penuh dengan berkat dan anugerah.

Kisah yang membuat hati merasa semakin dekatnya BAPA YHWH.

Berawal dari permintaan Inong(ibu) yang sangat saya cintai dan kasihi untuk kami bisa pulang untuk berdoa bersama di awal tahun seperti tahun-tahun yang sudah berlalu.

Kisah ini tertuang dari kisah yang mengharukan menurutku, dimana BAPA YHWH adalah benar-benar adalah JEHOVAH-JIREH untukku dan keluargaku.

11 Desember 2008
Berawal sebelum tanggal ini saya sering ke internet untuk mencari tiket pulang kampung, hampir tiap hari saya mengecek harga tiket penerbangan JAKARTA-MEDAN, penerbangan mana yang paling murah, hari apa dan tanggal berapa.
Pada saat itu, saya baru booking tiket Sriwijayaair rute CGK-MES dengan harga Rp.942.000 untuk penerbangan tgl 18 Desember 2008. Saat itu saya mengambil uang tunai sebesar Rp.1.500.000 dari atm ito ( kakak perempuan ) saya.
Dengan enteng saya ambil uang itu tanpa ada warning dari Bapa Roh Kudus yang mulia, dan setelah booking tiket di Sriwijaya, tiba-tiba kakak saya menyuruh saya check kembali harga tiket penerbangan lain melalui internet dan setelah saya pastikan tanggal dan rutenya, saya melihat satu harga yang menurut saya sangatlah murah dan sangat jauh dari harga standard di peak season ini.
Pada saat itu juga saya booking dan langsung bayar melalui e-payment sebesar Rp.1.278.000 dengan rute CGK-MES persis sama seperti awal saya check tiket tersebut di penerbangan LION AIR, tetapi pada saat sudah terjadi transaksi pembayaran, akhirnya saya konfirm ke Call Center LION AIR, tetapi apa yang saya dapatkan ?

OH... BAPA YHWH... saya sangat kaget dan sangat shock ternyata hasil tiket tersebut bukanlah rute yang sayang inginkan CGK-MES tetapi sebaliknya MES-CGK dan sungguh sangat di luar akal pikiran saya, di luar kemampuan saya , karena saya sangat teliti waktu itu bahwa rute itu sudahlah benar, dan semakin kaget karena harga tiket itu terletak di harga promo yang tidak bisa di ganti rute apalagi di cancel dan kalaupun di cancel maka uang sebesar Rp.1.278.000 itu tidak bisa di gantikan( apakah ini siasat LION AIR untuk menipu penumpang saya juga tidak tahu dan ataukah BAPA YHWH sedang mengajak saya bercanda?) saya juga tidak tahu. tetapi pada saat itu saya benar-benar sangat shock dan tidak tahu harus berbuat apalagi.
Hari berlalu saya tiap hari memohon kepada BAPA YHWH saya memohon dan meminta agar terjadi mujizat dan saya sangat yakin bahwa BAPA YHWH adalah pemilik segala sesuatu dan menguasai segala sesuatu, tetapi pribadi saya sendiri masih di rundung ketakutan yang luar biasa dan sungguh di luar dugaan kakak-kakak saya hanya tertawa dan merasa bahwa uang itu tidak akan kemana-mana BAPA hanya bercanda.
Saya berusaha iklankan tiket itu melalui milis dan sungguh banyak milis dan teman-teman yang saya ajak untuk mencari siapakah gerangan yang mau beli tiket tersebut.
Tetapi semua NIHIL dan tidak ada respon dan kalaupun ada respon selalu aneh dan tidak masuk akal sampai saya benar-benar bingung.
Suatu saat pada saat Sabbat ROH KUDUS berbicara terang dan jelas kepada saya,
"APA YANG ENGKAU TAKUTKAN WAHAI ANAKKU? BUKANKAH ALAM SEMESTA INI MILIKKU? BUKANKAH NAFAS HIDUPMU ADALAH MILIKKU?" pada saat itulah saya sudah mulai relakan hati saya untuk siap kehilangan uang itu karena saya sudah mulai bangkit dan mengatakan kepada sekelilingku bahwa uang itu bukanlah milikku tetapi milik BAPAKU dan kalaupun hilang/hangus pasti saya dan kakak-kakakku tidak akan gagal pulang kampung.
PUJI BAPA YHWH yang luar biasa dan dahsyat, tiba-tiba handphone saya pada hari minggu sore sepulang saya melayani ( saat ini saya masih tetap melayani di hari minggu tetapi saya juga merayakan Sabbat sampai BAPA berkata lain nanti karena saya tahu persis setiap kata-kata BAPA yang selama ini menuntun saya dalam langkah-langkah saya dalam pelayanan akan memberi waktu kapan waktu untuk total tidak berhari minggu).
Sehari, seminggu tiba-tiba ada yang telp kehp saya dan ternyata ada dari negara seberang yang tidak saya kenal dan bukanlah orang yang menyembah YHWH dan dia Muslim taat merasa harus memberi berkat kepada saya, dan dia menekan nomor sembarang dan meminta data-data saya sesuai KTP, dan pada saat itu juga orang tersebut mengirim uang sebesar Rp.1.000.000 Wow.......... that is miracle, saya langsung ambil besok seninnya lewat WESTERN UNION dan pada hari senin itu juga ada rekan sepelayanan yang tanpa saya tahu transfer ke account saya uang sebesar Rp.600.000 dan dua hari kemudian ada seseorang pula yang langsung membeli tiket yang salah rute tersebut dan pada saat itu saya menjatuhkan harga dan dia langsung membeli tiket itu satu, tetapi karena tiket ada dua maka kemungkinan untuk kehilangan uang itu separoh masih ada dan saya sudah tidak peduli lagi.
Tiba hari "H" tiba-tiba saudara angkat saya di medan berhasil menjual tiket kedua dengan harga yang fantastic. akhirnya semua beres dan sangat melegakan hati.
Sejak kejadian itu diluar dugaan saya, banyak uang mengalir ke account saya tanpa saya tahu siapa pengirimnya dan saya sekarang sudah siap untuk pulang kampung dan merayakan dan mengawali tahun 2009 bersama-sama dengan inong (ibu) saya dengan sukacita.

Bapa sungguh nyata Engkau ada di setiap langkah hidupku.
Bapa sungguh nyata kasihMU, walaupun kata orang tidak mungkin tetapi bagi Bapa semua sangat mungkin. Banyak hal yang sudah saya alami bersama Engkau dan sudah membuat saya makin mengenal Engkau bukan karena pengalaman saya dari kecil bersama dengan orang tua tetapi saya sendiri sudah terlalu sering alami keajaibanMU. Selamanya aku akan memuliakan Engkau Tuhan.

Praise Yah from the bottom of my heart forever and ever.

BAPAKU AKAN MEMENUHI SEGALA KEBUTUHANKU DALAM ANAK-NYA YAHSHUA HAMASHIAH.

amen
mhp.aritonang@aritonang.web.id


AKAR ITU YANG MENOPANG KAMU


AKAR ITU YANG MENOPANG KAMU
Pemahaman Tentang Teologi Kembali Ke Akar Ibrani
[Rm 11: 16-24]
MENGAPA KEMBALI KE AKAR IBRANI?
Akhir-akhir ini, istilah “Back to the Hebraic Root”, [Kembali ke Akar Ibrani] telah
menjadi suatu istilah yang fenomenal dan bersifat khusus dikalangan Kekristenan.
Namun tidak banyak orang Kristen yang memahami betul essensi dibalik istilah
tersebut. Kebanyakan hanya memahaminya sebatas mempersoalkan penggunaan
nama sesembahan agama lain yaitu Allah yang tercantum dalam Kitab Suci Kristiani
dan menuntut penyebutan nama Yahweh sebagai nama sesembahan yang benar.
Demikian pula penggunaan nama Mesias yaitu “Yahshua” atau “Yeshua”,
dibandingkan dengan “Yesus”. Apakah demikian batasan “Back to the Hebraic
Root?” Kajian berikut hendak mengupas secara seksama essensi “kembali ke akar
Ibrani”, sebagai bagian dari agenda pembaruan gereja di seluruh dunia, termasuk di
Indonesia.
Yang menjadi persoalan adalah, mengapa gereja sebagai komunitas umat beriman
yang memenuhi panggilan keselamatan Mesias, perlu untuk kembali ke akar Ibrani?
Paling tidak, ada beberapa alasan mendasar yang dapat kita telusuri sbb :
GEREJA TERCERABUT DARI AKAR IBRANI
SEHINGGA MENGALAMI DISORIENTASI SEJARAH
Gereja berakar pada Yudaisme. Kekristenan bukan suatu agama baru melainkan
salah satu sekte dalam Yudaisme yang dinamakan Sekte Netsarim [Kis 11:19; 24:5].
Kesaksian sejarawan Epiphanius dalam bukunya yang berjudul Panarion
menuliskan:
“But these sectarians…did not call. They use not only the New Testament but the
Old Testament as well, as the Jews do…They have no different ideas, but confess
everything exactly as the law proclaims it and in the Jewish fashion-except for their
belief in Messiah, if you please! For they acknowledge both the resurrection of the
dead and the divine creation of all things, and declare that God is one, and that his
son is Yahshua the Messiah. They are trained to a nicety in Hebrew. For among
them the entire Law, the Prophets and the Writings are read in Hebrew as they
surely are by the Jews. They are different from the Jews and different from
Christians, only in the following. They disagree with Jews because they have come
to faith in Messiah; but since they are still fettered by the Law-circumcicion, the
Sabbath and the rest-they are not in accord wirh Christians…they are nothing but
Jews…They have the Goodnews according to Matthew in its entirety in Hebrew. For
it is clear that they still preserve this, in the Hebrew alphabet, as it was originally
written”.1
[Namun sekte ini…tidak menyebut diri mereka sendiri sebagai Kristen, melainkan
Nazarene…akan tetapi, mereka seutuhnya adalah orang-orang Yahudi. Mereka tidak
hanya menggunakan Kitab Perjanjian Baru namun juga Kitab Perjanjian Lama
1 DR. James Scott Trimm, What Is Nazarene Judaism?, 1997, www.nazarene.com
4
sebagaimana mestinya, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Yahudi…Mereka
tidak memiliki pemikiran yang berbeda namun mengakui segala sesuatu secara jelas
sebagaimana Hukum menerangkannya dan dalam pola pikir Yahudi-terkecuali
kepercayaan mereka terhadap Mesias, jika engkau berkenan! Sebab mereka
mengakui baik kebangkitan orang mati maupun penciptaan ilahi segala sesuatu,
serta keesaan Elohim dan Putra-Nya Yahshua ha Mashiah. Mereka dilatih secara
menyenangkan dalam bahasa Ibrani. Bagi mereka, baik Torah, Kitab Para Nabi dan
Tulisan hikmat dibaca dalam bahasa Ibrani sebagaimana dilakukan oleh orang-orang
Yahusi pada umumnya. Mereka berbeda dengan orang-orang Yahudi maupun
dengan orang-orang Kristen, hanya dalam cara pelaksanaanya saja. Mereka tidak
sependapat dengan orang Yahudi dikarenakan mereka beriman pada Mesias;
namun dikarenakan mereka tetap mengikatkan dirinya melalui Torah – sunat, Sabat
dan hari perhentian – mereka tidak termasuk dalam Kristen…mereka adalah orangorang
Yahudi…Mereka memiliki Kitab Kabar Baik menurut Matius yang
keseluruhannya berbahasa Ibrani. Hal ini jelas bahwa mereka memelihara kitab ini,
dalam aksara Ibrani sebagaimana ditulis sejak semula]
Senada dengan keterangan diatas, Ray A. Pritz menjelaskan:
“The name Nazarene was at first applied to all Jewish followers of Jesus. Until the
name Christian became attached to Anthiochian non Jews, this meant that the name
signified the entire Church, not just a sect. So also in Acts 24:5 the reference is not to
a sect of Christianity but rather to the entire primitive church as a sect of Judaism”.2
[Nama Nazarene pada mulanya disematkan pada semua pengikut Yahshua yang
merupakan orang-orang Yahudi. Sampai akhirnya nama Kristen menjadi bagian
yang dikenakan pada orang non yahudi di Anthiokia, istilah ini dimaksudkan bagi
keseluruhan gereja dan bukan hanya sebatas suatu sekte. Demikianlah dalam Kisah
Rasul 24:5, petunjuk ini tidak mengindikasikan suatu sekte Kristen melainkan
seluruh gereja purba sebagai sekte dari Yudaisme].
Sekte ini berpusatkan pada ajaran Yahshua yang dipercaya sebagai Nabi, Mesias
dan Putra Yahweh sendiri. Ada beberapa sekte dalam Yudaisme pada Abad I Ms,
spt. “Farisi”, “Saduki”, “Esseni”, “Zealot”. Secara umum, tidak ada perbedaan
diantara Sekte Netsarim dengan Yudaisme pada umumnya, baik dalam Emunah,
Avodah maupun Halakhah. Yang membedakan adalah pemahaman tentang siapa
Yahshua itu? Apakah Dia Mesias yang dijanjikan atau hanya seorang anak tukang
kayu?
Abad ke-II Ms, merupakan suatu era titik balik dalam sejarah gereja. Terjadi
perpindahan dari teologi Palestina yang kongkrit menuju Teologi Greek yang
abstrak.3 Hal ini terjadi dikarenakan semakin banyaknya bangsa non Yahudi yang
menerima Mesias, oleh pemberitaan para rasul. Dalam perkembangannya, gereja
semakin menjauh dari akar ibrani. Realita ini memuncak pada saat Kaisar
Konstantin naik tahta menjadi Raja dan mengubah status Kekristenan dari “religio
ilicita” [agama yang tidak sah] menjadi “religio licita” [agama yang sah]. Peristiwa ini
terjadi pada tahun 312 Ms bersamaan dengan dikeluarkannya Edik Milano, dimana
Kekristenan diubah menjadi agama negara dan orang-orang Kristen Roma diberi
kebebasan penuh dalam melaksanakan peribadahan.3 Semenjak Konstantin dan
seterusnya, gereja non Yahudi semakin menjauh dari akar Ibrani bahkan cenderung
membenci keberadaan Yahudi, sebagaimana dikatakan oleh sejarawan David
2 Nazarene Jewish Christianity, Leiden: E.J. Brill, 1988, p.15
3 Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, BPK 1994, hal 51
3 Harry R. Boer, A Short History of the Early Church, Grand Rapids Michigan : William B. Eerdmans
Publishing Company, 1986, p.105
5
Rausch, “The Gentile Church claimed to be the true Israel and tried to disassociate
itself from the Jewish people early in its history”4 [Gereja non Yahudi mengklaim
menjadi Israel yang benar dan mencoba untuk memutus dirinya dari masyarakat
Yahudi dalam sejarahnya]
PENGARUH ANTI SEMIT YANG BERKEMBANG
SEJAK KEKRISTENAN ROMAWI PRA/PASKA KONSTANTIN
Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwasanya sejak Abad ke-II Ms dan
seterusnya, terjadi berbagai perubahan dalam tubuh gereja, khususnya dikalangan
non Yahudi. Berbagai literatur para bapa gereja non Yahudi sarat dengan seranganserangan
dan kutukan-kutukan serta menyudutkan keberadaan orang-orang Yahudi
yang dianggap telah menyalibkan Mesias. Berbagai tulisan tadi mencerminkan sikap
yang paling awal mengenai fenomena yang kelak diistilahkan dengan “Anti
Semitisme”. Sikap-sikap Anti Semit semakin menjauhkan gereja dari akar
keyahudiannya.
DAMPAK TEOLOGI HELENIS
TERHADAP PENAFSIRANG KITAB SUCI
Dalam sejarah gereja, tercatat bahwa ada dua sekolah teologi berpengaruh
dikalangan non Yahudi, yang berpusat di Anthiokia dan Alexandria. Kedua wilayah
ini memiliki pola berteologia yang berbeda. Alexandria cenderung bersikap alegoris
[tafsiran terhadap lambang] dalam menafsirkan Kitab Suci sementara Anthiokia
bersikap Literal [tekstual]. Mereka menerima pola penafsiran warisan Bangsa Greek
yang disebut Hermeneutika yang memiliki berbagai metoda. Salah satu metode
Hermenutik adalah tafsiran alegoris. Tafsir alegoris ini cenderung menyudutkan
posisi Israel secara historis yang tertulis dalam TaNaKh, hanya sebagai simbol atau
lambang dari Israel sejati, yaitu gereja. Pola penafsiran ini, kelak melahirkan istilah
“Replacement Theology” [Teologi pengganti]. Israel diposisikan sebagai bangsa
yang telah gagal memelihara perjanjian dengan Yahweh, sehingga Yahweh
melimpahkan perjanjian yang baru dengan gereja, sebagaimana dijelaskan oleh Hal
Lindsey:
“Using this method of interpretation [allegorical], Church theologians began to
develop the idea that the Israelites had permanently forfeited all their covenants by
rejecting Jesus as the Messias. This view taught that these covenant now belong to
the Church and that it is the only true Israel now and forever. The view also taught
that the Jews will never again have a future as a Divinely chosen people, and that
the Messiah will never establish His Messianic Kingdom on earth that was promised
to them [the Jews]5. [Penggunaan metode penafsiran ini {alegori}, para teolog gereja
mulaai mengembangkan gagasan bahwa Israel telah kehilangan selamanya semua
perjanjian yang mereka miliki dengan menolak Yahshua sebagai Mesias. Pandangan
ini mengajarkan bahwa perjanjian ini dilanjutkan pada Gereja sebagai Israel rohani
untuk selama-lamanya. Pandangan ini juga mengajarkan bahwa orang-orang Yahudi
tidak akan memiliki masa depan kembali, sebagai anak-anak pilihan Elohim dan
bahwasanya Mesias tidak akan pernah mendirikan Kerajaan Mesianik di bumi yang
telah dijanjikan pada mereka].
4 Messianic Judaism: Its History, Theology and Polity, Lewiston, New York: Edwin Mellen Press,
1982, p.13]
5 The Road to Holocaust, New York: Bantam Books, 1989, p.8
6
DAMPAK TEOLOGI HELENIS
DALAM PENERJEMAHAN KITAB SUCI
Teologi Kristen yaang mewarisi alam pemikiran Helenisme [Yunanisasi] yang serba
abstrak dan rasionalistik, berpengaruh terhadap berbagai penerjemahan Kitab Suci
dalam bahasa-bahasa non Yahudi. Sebagai contoh, dalam Kitab Suci terjemahan
berbahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia [LAI],
banyak ditemui berbagai penerjemahan yang buruk yang dipengaruhi cara
berteologi yang Helenistik.
Beberapa contoh terjemahan yang buruk al. “Hukum Torat & Kitab Para Nabi
berlaku sampai zaman Yohanes Pembaptis” [Luk 16:16]. Dibagian lain dikatakan,
“Sebab Kristus adalah kegenapan Hukum Torat, sehingga kebenaran diperoleh tiaptiap
orang yang percaya” [Roma 10:4]. Demikian pula dikatakan, “Kasih tidak
berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan Hukum
Taurat” [Rm 13:10]. Mengenai Torah dan Kasih Karunia, dikatakan, “Sebab hukum
Taurat diberikan oleh Musa tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus
Kristus” [Yoh 1:17]. Mengenai Sabat dijelaskan, “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih
berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Dia meniadakan hari
Sabat,…”[Yoh 5:18]. Dalam perbincangan mengenai adat istiadat Yahudi, dikatakan,
“…karena bukan masuk kedalam hati tetapi kedalam perutnya, lalu dibuang
dijamban? Dengan demikian Dia menyatakan semua makanan halal” [Mark 7:19].
Yang sangat mengejutkat mengenai pembatalan Torah, “Sebab dengan mati-Nya
sebagai manusia, Dia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan
ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru didalam diri-
Nya” [Ef 2:15]. Demikian pula mengenai terjemahan Kitab Ibrani, “Oleh karena Dia
berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Dia menyatakan yang pertama sebagai
perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah
dekat kepada kemusnahannya” [Ibr 8:13]. Beberapa kutipan kalimat yang
digarisbawahi merupakan terjemahan yang keliru dan bias yang dipengaruhi asumsi
tertentu mengenai keberadaan Torah yang tidak memiliki relevansi dalam Perjanjian
Baru. Beberapa teks yang keliru akan menjadi topik bahasan dalam bab-bab
selanjutnya dari tulisan ini.
NAMA TUHAN YANG TERLUPAKAN
Nama Elohim Pencipta, Yang Esa, Yang Kudus dan Roh ada-Nya, yaitu YAHWEH
[Kel 3:15, Yer 10:10, Yes 42:8, Ul 6:4-5] yang tertulis dalam TaNaKh [Torah, Neviim,
Kethuvim] berbahasa Ibrani, telah diterjemahkan dalam naskah berbahasa Yunani
[Septuaginta]. Dalam naskah Septuaginta, nama Yahweh dituliskan dengan “Kurios”
[ kurios ] yang setara dengan “Adonai” [ ynda ]. Mengapa demikian? Karena sejak
bangsa Israel pulang dari pembuangan Babilon [586 SM], ada suatu larangan yang
ditetapkan oleh para rabbi Yahudi untuk tidak mengucapkan secara literal nama
Yahweh. Sebutan penghormatan untuk menggantikan nama Yahweh adalah Adonai.
Maka naskah Septuaginta yang diperuntukkan bagi komunitas Yahudi di Alexandria,
Mesir yang tidak mengerti bahasa Yahudi, menuliskannya dengan Kurios.
Ketika Kabar Baik mengenai kehidupan, perkataan dan karya Sang Mesias yang
lazim disebut dengan “Euanggelion” atau “Injil” atau “Perjanjian Baru”, disalin
kedalam bahasa Yunani dari bahasa Ibrani, maka setiap penyalin, saat
7
menerjemahkan kedalam bahasa Yunani, mengikuti versi Septuaginta, yang
menggantikan nama Yahweh dengan sebutan Kurios. Tata cara penyalinan seperti
ini memberi dampak bahwa bangsa-bangsa goyim [non Yahudi], tidak lagi mengenal
nama Yahweh. Namun demikian, dalam naskah Ibrani Aramaik versi Shem Tob, Du
Tillet, Crawford, Munster, nama Yahweh muncul dalam keseluruhan Injil. DR.
James Trimm menerjemahkan naskah-naskah tersebut dan dikompilasi dalam
Hebraic Root New Testament Version. Dalam terjemahannya, nama Yahweh
muncul sebanyak 210 dalam keseluruhan Kitab Perjanjian Baru.6 Berbagai
terjemahan Kitab Suci diseluruh dunia, hampir dipastikan mengacu pada naskah
Septuaginta, sehingga dalam menerjemahkan Kitab Suci TaNaKh maupun Besorah
[Injil], tidak memunculkan nama Yahweh, kecuali dalam bagian-bagian perikop
tertentu seperti yang dilakukan oleh King James Version, Revised Standard
Version, dll.7
Namun demikian, tidak semua melakukan langkah yang serupa. Beberapa
terjemahan Kitab Suci ada yang mengacu pada naskah Masoretik dan
memunculkan nama Yahweh seperti yang dilakukan oleh The Jerusalem Bible,
The Interlinear NIV Kohlenberger, American Standard Version. Fakta-fakta
diatas memberikan gambaran kepada kita bahwa ketika nama Yahweh tidak lagi
dikenal, menyebabkan gereja kehilangan kembali terhadap akar Ketuhanannya yang
berorientasi dalam Yudaisme yang berpusatkan pada Yahweh. Dengan demikian
meratakan jalan bagi konsep Ketuhanan yang abstrak, spekulatif dan rasionalis.
MENGGENAPKAN RENCANA YAHWEH
TENTANG PETOBATAN BANGSA-BANGSA
KEPADA MESIAS IBRANI [Zak 14:12]
Beberapa teks dalam Kitab Zakharia memberikan petunjuk profetik mengenai suatu
kondisi waktu dimana Israel yang telah menolak Mesias dan bangsa-bangsa akan
mendapatkan keselamatan dengan episentrum Yerusalem dan menerima Mesias
Ibrani serta ibadah Yudaik. Disebutkan dalam Zakharia 8:20-23,
“Beginilah Firman Yahweh Semesta Alam: Masih akan datang lagi bangsa-bangsa dan
penduduk banyak kota. Dan penduduk kota yang satu akan pergi kepada penduduk
kota yang lain, mengatakan: Marilah kita pergi untuk melunakkan hati Yahweh dan
mencari Yahweh Semesta Alam! Jadi bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa yang
kuat akan datang mencari Yahweh Semesta Alam di Yerusalem dan melunakkan hati
Yahweh. Beginilah Firman Yahweh Semesta Alam: Pada waktu itu sepuluh orang akan
memegang kuat-kuat punca jubah seorang Yahudi dengan berkata: Kami mau pergi
menyertai kamu, sebab telah kami dengar, bahwa Elohim menyertai kamu”.
Disebutkan pula dalam Zakharia 12:10, :
”Aku akan mencurahkan roh pengasihan dan roh permohonan atas keluarga Daud
dan atas penduduk Yerusalem dan mereka akan memandang kepada dia yang telah
mereka tikam dan akan meratapi dia seperti meratapi anak tunggal dan akan
menangisi dia dengan pedih seperti orang meratapi anak sulung”.
6 Teguh Hindarto, Bahasa Tuhan, ANDI Offset, 2004, hal 46-47
7 Misalkan pada Keluaran 6:3 diterjemahkan “Jehovah” sementara di ayat lain tidak. Pertanyaannya :
Jika dibeberapa ayat diterjemahkan Jehovah, mengapa yang lain tidak ?
8
Tidak kurang pentingnya mengenai masa tersebut, sebagaimana dikatakan
dalam Zakharia 14:8-9,16:
“Pada waktu itu akan mengalir air kehidupan dari Yerusalem;setengahnya mengalir
ke laut timur; dan setengah lagi mengalir ke laut barat; hal itu akan terus
berlangsung dalam musim panas dan dalam musim dingin. Maka Yahweh akan
menjadi Raja atas seluruh bumi; pada waktu itu Yahweh adalah satu-satunya dan
nama-Nya satu-satu-Nya…Maka semua orang yang tinggal dari segala bangsa yang
telah menyerang Yerusalem, akan datang tahun demi tahun untuk sujud
menyembah kepada Raja, Yahweh Semesta Alam dan untuk merayakan Hari Raya
Sukkot [Pondok Daun]”.
Beberapa pernyataan profetik tersebut memberikan suatu sinyal peringatan bahwa
ibadah Yudaik yang berpusatkan pada Yahweh Semesta Alam yang telah mengutus
Mesias, Putra-Nya Yang Tunggal akan segera dan sedang terjadi menjelang akhir
zaman. Tentunya kita sebagai bagian dari tubuh Mesias dibumi, ingin terlibat dalam
penggenapan rencana Elohim tersebut dan mengambil bagian dalam rencana-Nya
yang sedang dan akan digenapi secara utuh.
APA ITU AKAR IBRANI?
Dalam tulisan berikut, penulis akan mengulas batasan “Kembali ke Akar Ibrani”,
dalam dua sudut pandang. Dengan menggunakan pendekatan negasi dan
konfirmasi. Dengan menggunakan batasan tersebut, diharapkan pembaca dapat
melihat dari dua sisi, sehingga memperoleh pemahaman yang tepat dan
proporsional.
SECARA NEGATIF:
Bukan Yudaisasi
Kembali ke Akar Ibrani, bukan bermakna melakukan proses Yudaisasi. Apa itu
Yudaisasi? Yudaisasi bermakna pemaksaan pola beragama Yudaisme
sebagaimana dipraktekan oleh beberapa sekte keagamaan Yahudi baik di zaman
pra Mesias [Farisi, Saduki,dll] maupun paska Mesias [Orthodox, Reform,
Konservatif]. Sikap-sikap melakukan Yudaisasi, terekam dalam Kisah Rasul 15:1:
“Beberapa orang datang dari Yudea ke Anthiokhia dan mengajarkan kepada
saudara-saudara disitu: Jikalau kamu tidak disunat menurut adat-istiadat yang
diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan”.
Sikap beberapa sekte Farisi yang berusaha melakukan Yudaisasi ditentang oleh
Rasul Paul dan Barnabas [Kis 15:2]. Persoalan ini akhirnya diselesaikan dalam
sidang di Yerusalem dan menghasilkan beberapa keputusan penting untuk
dilakukan oleh goyim [non Yahudi] setelah menerima Mesias [Kis 15:20-21].
Meskipun kembali ke akar Ibrani, mengadopsi nilai-nilai Yudaik, namun bukan
bermakna secara telanjang melakukan Yudaisasi dalam berbagai bidang kehidupan
orang beriman.
9
Bukan De-Yunanisasi
Ada kecenderungan kurang sehat akhir-akhir ini dikalangan komunitas yang
mengklaim kembali ke akar Ibrani, yaitu menolak berbagai hal yang berbau Yunani
dalam teks Kitab Suci. Penolakan berbagai pola penafsiran Kitab Suci yang bercorak
Yunani yang telah secara berabad-abad diadopsi dalam berbagai seminari maupun
sekolah Teologi. Menolak keberadaan Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani,
mencerminkan amnesia sejarah dan kurangnya wawasan sejarah tentang
keberadaan dan nilai historis teks Perjanjian Baru berbahasa Yunani dalam
memelihara iman dan mempertahankan keberadaan gereja saat ini.
Ketika Paul ada di Atena yang mewarisi nilai-nilai filsafat dan bahasa Helenis, dia
memberitakan tentang Yahshua kepada filsuf-filsuf Atena. Ketika disampaikan
mengenai kebangkitan orang mati dan Yahshua sebagai Mesias, beberapa orang
menolak dan mengganggapnya memberitakan dewa-dewa asing [Kis 17:16-18] dan
ditolak [Kis 17:32]. Namun sejumlah orang Yunani seperti Dionisius, majelis
Areopagus serta wanita Yunani bernama Damaris menjadi percaya [Kis 17:34].
Apakah Dionisius dan Damaris akan berbagi imannya kepada teman maupun
keluarganya dengan menggunakan bahasa Ibrani dan kitab suci berbahasa Ibrani?
Tentu dia akan menggunakan bahasa Yunani dan paling tidak dia akan mengutip
terjemahan kitab suci Septuaginta jika diluar Yerusalem. Orang-orang Yunani dan
Romawi yang menjadi percaya, tentunya memiliki kerinduan untuk menerjemahkan
kitab Perjanjian Baru dikemudian hari dalam bahasa Yunani dengan merujuk pada
naskah berbahasa Ibrani-Aramaik.
Meskipun patut diakui bahwa Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani bukan
merupakan teks yang mula-mula, dan didalam berbagai versi manuskrip teks diakui
terdapat berbagai varian, namun tidak mengubah pokok iman mengenai siapakah
Mesias tersebut dan kematian-Nya di kayu salib serta kebangkitan-Nya dari orang
mati pada hari ketiga. Kesaksian berbagai manuskrip teks dari berbagai tahun dan
abad yang berbeda, memperkokoh nilai historis dan validitas Kitab Perjanjian Baru.
Ketangguhan yang teruji secara historis ini membuktikan pemeliharaan Elohim dan
perkenan Elohim terhadap keberadaan teks Perjanjian Baru berbahasa Yunani.
Mengabaikan bahkan membuang begitu saja keberadaan teks Perjanjian Baru
berbahasa Yunani, secara tidak langsung telah mengkhianati sejarah terbentuknya
komunitas umat beriman dibelahan dunia lainnya.
Yang kita perlukan bukan melakukan De-Yunanisasi terhadap teks Perjanjian Baru
berbahasa Yunani maupun berbagai metode hermeneutis warisan cara berpikir
Yunani, namun melakukan sintesa dengan cara berpikir Hebraic, pola penafsiran
Hebraic, sehingga menghasilkan struktur pemahaman yang holistik atau
menyeluruh. Cara yang ditempuh oleh DR. David Stern, seorang Yahudi pengikut
Mesias di Abad XX, dengan menerbitkan Jewish New Testament Comentary,
dengan menganalisis teks Perjanjian Baru berbahasa Yunani dengan
mengkombinasikan sudut pandang Greek dan Hebraic, sungguh menarik dan patut
diapresiasi. Dalam catatan pengantarnyaa, beliau mengatakan :
“My translation of the New Testament from the original Greek into English in a way
that brings out its essential Jewishness”.8
8 Jewish New Testament Publications, 1992, p.ix
10
Bukan Kultus Para Rabbi
Yudaisme pra Mesias maupun paska Mesias memiliki orang-orang bijaksana, rabbirabbi
berpengaruh yang telah banyak memberikan kontribusi terhadap penafsiran,
terhadap aplikasi Torah dalam kehidupan, dalam penyusunan Misnah, Gemara,
Talmud yang berisikan berbagai Halakhah. Beberapa nama rabbi-rabbi terkemuka
seperti Hillel, Shamai, Yokhanan Ben Zakkai, Akiva Ben Yosep [15-135 Ms], Yahda
ha Nasi [135-219 Ms], Sholomo Yitshaqi [1040-1105 Ms], Moshe Ben Maimonindes
[1135-1204 Ms], Moshe Ben Nakhman [1194-1270 Ms], Baal Shem Tov [1700-1760
Ms], Nakhman dari Breslov [1772-1810 Ms]9.
Sepandai dan seberapa berpengaruhnya para rabbi tersebut, namun tidak ada
alasan bagi kita untuk mengkultuskan dirinya dan pengajarannya serta berbagai
tulisannya. Mengapa? Karena merekapun manusia yang terbatas dan terikat dengan
konteks zamannya sehingga dapat terjatuh pada kesalahan penafsiran. Terbukti
bahwa para rabbi Yahudi ketika Mesias hidup banyak yang menolak pengajaran-Nya
dan menjadi dalang Mesias disalibkan. Beberapa tafsiran para rabbi diulas dalam
beberapa buku dan dinilai keluar dari konteks. Beberapa buku yang mengulas
kekeliruan penafsiran para rabbi seperti, Richard Longenecker10, A. Berkeley
Mickelsen11, Milton S. Terry12. Sekalipun kembali ke akar Ibrani mempertimbangkan
berbagai pendapat para rabbi Yahudi baik yang menolak Mesias maupun menerima
Mesias, sebagai rujukan pendapat, namun bukan berarti essensi akar Ibrani
ditentukan oleh sikap yang mengkultuskan para rabbi.
Bukan melakukan secara hurufiah,
tradisi-tradisi Yahudi yang diatur dalam Talmud
Sepulang dari pembuangan Babilonia, orang-orang Yahudi mulai memperbaharui
hidup keagamaan mereka dibawah pimpinan Ezra dan Nehemia. Ada komitmen
baru untuk mengasihi Yahweh dan memelihara Torah-Nya. Namun seiring demikian,
terjadi suatu gerakan yang kuat yang cenderung bersifat legalistik formal
sepeninggal Ezra dan Nehemia. Kecenderungan legalistik [memberi posisi
berlebihan terhadap hukum agama daripada pemberi hukum itu sendiri, sehingga
hukum agama menjadi beban dan bukan pengatur kehidupan] tersebut terekam
dalam berbagai fatwa-fatwa para rabbi yang disusun dalam berbagai literatur Yahudi
yang terentang dari Abad 1 Ms-4 ms.
Berbagai tulisan itu adalah Talmud yang merupakan kompilasi dari Misnah dan
Gemara. Berbagai ajaran, pendapat, diskusi, peraturan agama, ketetapan para
rabbi, disusun dalam berbagai lietarur diatas. Usia Talmud nampaknya setua usia
bangsa Yahudi sejak pulang dari Babilonia. Secara sederhana, Misnah merupakan
kumpulan Torah sebagai bentuk berbagai penjelasan terhadap Torah tertulis yaitu
TaNaKh. Komentar terhadap Misnah dinamakan Gemara. Talmud merupakan
9 Tracey R. Rich, Sages & Scholars, 1996-1999, www.jewfaq.org
10 Biblical Exegesis in the Apostolic Period, Grand Rapids, Michigan : Wm. B. eerdmans Publishing
Co, 1975, p.34
11 Interpreting the Bible, Grand Rapids: Wm. B. eerdmans Publishing Co., 1966, p. 24
12 Biblical Hermeneutik, Grand Rapids, Michigan : Zondervan Publishing House, 1983, p.608
11
kompilasi antara Misnah dan Gemara13. Talmud memiliki dua versi. Versi Babilonia
dan versi Yerusalem. Talmud Babilonia lebih lengkap dan tebal. Misnah terdiri atas
enam pokok bahasan [sedarim] yaitu “Zeraim” [mengenai benih tanaman], “Moed”
[mengenai perayaan], “Nashim” [mengenai wanita], “Nezikin” [mengenai persoalan
yang dilarang], “Kodashim” [mengenai perkara yang kudus], “Toharot” [mengenai
ritual penyucian diri]. Disetiap topik bahasan [sedarim] terdiri dari banyak sub
bahasan [masekhot]. Keseluruhannya ada 63 masekhot dalam Misnah14. Literaturliteratur
Yahudi diatas sebenarnya sangat bermanfaat untuk menjadi petunjuk
mengenai aplikasi atau pelaksanaan suatu ketetapan yang ditulis dalam TaNaKh.
Dalam tradisi Islam, sejajar dengan keberadaan Hadits maupun Sunnah. Dengan
mengacu pada literatur-literatur tersebut maka seseorang dapat menjaga mata
rantai pengajaran dan tradisi aplikasi perintah Elohim.
Namun demikian, dalam Talmud pun ditemui sejumlah pernyataan yang tidak bisa
begitu saja dilakukan oleh bangsa non yahudi yang percaya pada Mesias. Bahkan
dalam Talmud pun terekam berbagai diskusi dan kutukan yang ditujukan terhadap
goyim maupun terhadap pengikut Mesias Yahshua. Tidak dapat disangkal bahwa
Talmud terkadang tidak selaras dengan Firman Elohim yang tertulis dalam TaNaKh.
Beberapa contoh kami kutipkan. Talmud melarang pengucapan nama Yahweh
sebagaimana tertulis dalam Misnah Sotah 7:6; Misnah Tamid 7:2, “…dalam tempat
kudus seseorang mengucapkan Sang Nama sebagaimana tertulis namun diluar
tempat kudus, diucapkan dengan bentuk euphemisme…”15 . Larangan ini tidak
sejalan dengan perintah TaNaKh agar nama-Nya di panggil [1 Taw 16:26, Kel 3:15,
Mzm 99:3].
Demikian pula Talmud berisikan kutukan-kutukan terhadap pengikut Yahshua.
Beberapa buku telah mengulas kenyataan tersebut al. Prof. DR. Muhammad Asy
Syarqawi, TALMUD : Kitab Hitam Yahudi Yang Menggemparkan,16 I.B. Branaites,
Fadh at Talmud17. Kebencian terhadap pengikut Yahshua ha Mashiah pun
terrefleksi dalam Shemone Esrei [delapan belas doa berkat]. Pada doa kesembilan
belas [yang ditambahkan kemudian], ada kata-kata kutukan yang ditujukan pada
pengikut Mesias yang dijuluki “ha Minim” [Bidat]18 dan juga “Meshummed”
[perusak]19. Beberapa pernyataan dalam Talmud yang memojokkan pengikut Mesias
merefleksikan penolakan para rabbi Yahudi di Abad I Ms terhadap Kemesiasan
Yahshua. Perilaku rabbi-rabbi Yahudi tersebut telah terekam sejak dini dalam Kitab
Matius 27:11-15 mengenai fitnah-fitnah yang dihembus-hembuskan para rabbi
mengenai kematian dan kebangkitan Yahshua dari kematian. Fakta-fakta diatas
menuntut kita untuk tidak mengkultuskan peranan Talmud sebagai sumber referensi
penafsiran dan pengambilan keputusan keagamaan pengikut Mesias. Namun
demikian, kita tidak dapat mengganggap remeh begitu saja nilai Talmud, karena
13 Baker’s Dictionary of Theology, Grand rapids Michigan 49506, Baker Books House, 1985, p. 511-
512
14 Tracey R. Rich, Torah, 1995-1999, www.jewfaq.org
15 DR. James S. Trimm, Nazarenes & The Name of YHWH, 1997, www.nazarene.net
16 Jakarta: SAHARA Publishers, 2004, hal 239-243
17 Dar an-Nafais, Beirut
18 Nazarene : Definition & History, Catholic Encylopedia Electronic Version. New Advent, Inc. 1998,
www.newadvent.org/eathen
19 DR. Michael Schiffman, Return of the Remnant: the Rebirth of Messianic Judaism, Baltimore,
Maryland : Lederer Messianic Publishers, 1990, p.13
12
didalamnya pun terekam banyak ulasan yang sangat kaya mengenai bagian-bagian
Kitab Suci.
Bukan Yang Mampu Mengucapkan
Nama Yahweh dan Yahshua/Yeshua
Beberapa kelompok mendefinisikan arti ke akar Ibrani adalah jika seseorang dapat
menyebutkan dengan benar nama-nama tokoh-tokoh dalam Kitab Suci yang
berbahasa Ibrani. Misalnya Petrus menjadi Kefa. Yusuf menjadi Yosep. Musa
menjadi Moshe. Bahkan dapat menyebutkan nama Yahweh dan Putra-Nya,
Yahshua atau Yeshua, dimaknai sebagai kembali keakar Ibrani. Sekalipun agenda
diatas menjadi bagian dari kembali ke akar Ibrani, namun pemahaman mengenai
kembali ke akar Ibrani tidak sesempit pemahaman diatas.
Bukan Menjadi Yahudi
Ada kecenderungan pada beberapa kelompok Kekristenan yang berkomitmen untuk
kembali ke akar Ibrani, memaknainya dalam bentuk aksesoris semata-mata seperti
menggunakan “Kippa”, “Tallit”, “Tefilin”, berbahasa Yahudi, mengikuti budaya
Yahudi, sehingga terkesan kehilangan identitasnya sebagai sebuah bangsa yang
berbeda dengan Yahudi. Meskipun penggunaan Kippa, Tallit, Tefilin, bahasa Ibrani
menjadi bagian dari kembali ke akar Ibrani, namun kembali ke akar Ibrani bukan
hanya sekadar mengadopsi bentuk-bentuk eksternal Yudaisme melainkan lebih jauh
dari itu.
SECARA POSITIP
Mengakui bahwa bangsa non Yahudi
merupakan Tunas Liar yang di tempelkan pada Zaitun asli
Sebelum kita melakukan eksegese terhadap Roma 11:16-14], kita cermati terlebih
dahulu kata “cangkok” dalam terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia. Kata
“cangkok” dalam Roma 11:16-24, ada enam kali. Namun istilah “cangkok” adalah
tidak tepat sama sekali. Kata yang diterjemahkan “cangkok” dalam bahasa
Yunaninya “Egkentrizo” [ ejgkentrivzw ]. Menurut Eanchend Strong Lexicon ,
kata “Egkentrizo” bermakna, “to cut into, for the sake of inserting scion” [memotong
demi menghasilkan keturunan] dan “to innoculate”, “ingraft”, “graft in” [menyuntikan,
menempelkan]20.
Dalam terminologi pertanian, ada istilah “Cangkok”, yaitu pemisahan cabang dari
batangnya, setelah dibuatnya berakar. Tidak ada organisme baru ditambahkan
maupun organisme baru dihasilkan. Lalu, “Okulasi”, pertumbuhan batang sangat
dipengaruhi si penempel dan hasilnya terserah dari si penempel. Dari hasil okulasi
atau tempel, dapat dihasilkan organisme baru yang lebih baik dari aslinya.
Sementara, “Stek” adalah potongan batang dari tumbuhan lain yang dapat tumbuh
sendiri. Jika mengikuti definisi diatas, maka kata “egkentrizo” lebih tepat
diterjemahkan “ditempelkan”. The New International Version menggunakan kata
20 Oak Harbor, WA : Logos Research System, Inc, 1995
13
“grafted”21. Sementara The New Century Version menggunakan kata “joined”22.
Rasul Paul menjelaskan hubungan akar dan cabang, sbb :
• Roti sulung adalah kudus, maka seluruh adonan adalah kudus
• Akar kudus maka cabang adalah kudus
• Beberapa cabang telah dipatahkan. Tunas liar ditempelkan dan mendapat
bagian dalam akar pohon zaitun
• Jangan kamu bermegah, karena akar yang menopang kamu [shelo atta
noshe et ha shoresh ella ha shoresh noshe otka, Heb.]
• Bangsa non Yahudi ditempelkan semata-mata karena ketidak percayaan
Israel. Sementara Bangsa Non Yahudi dapat tegak karena iman
• Jika cabang asli tidak membuang cabangnya, maka Elohim juga tidak akan
mengambil Bangsa Non Yahudi
• Perhatikanlah kemurahan Elohim dan kekerasannya
• Elohim akan menempelkan kembali jika Israel bertobat
• Penempelan kembali Bangsa Israel adalah dikarenakan mereka cabang yang
asli
Dari uraian diatas, kita mendapatkan pemahaman bahwa bangsa-bangsa non
Yahudi tidak layak memegahkan diri dan mengganggap rendah bangsa Yahudi serta
meninggalkan akar iman yang bersumber dari keyahudian. Yahshua ha Mashiah
secara manusiawi merupakan keturunan suku Yahda [Ibr 7:14]. Pelayanan Mesias
pertama-tama ditujukan untuk domba-domba Israel yang hilang [Mat 15:24], Mesias
membaca Torah dan mengajar di Sinagog pada hari Sabat [Luk 4:16], Mesias
merayakan tujuh hari raya Israel [Yoh 7:1-2]. Yahshua dan para rasul tidak
membawa agama baru yang disebut Kristen. Dia Mesias yang datang sebagaimana
dituliskan dalam TaNaKh. Dia datang dan mengajar dengan bingkai Yudaisme.
Tidak heran jika para murid pun sepeninggal Yahshua tetap beribadah Sabat di
Sinagog [Kis 13:13-14, 42,44]. Berdoa tiga kali sehari [shakharit, minha, maariv,Heb]
diwaktu-waktu tertentu [Kis 3:1, Kis 10:3,9], tetap memelihara Torah dalam terang
kematian dan kebangkitan Mesias [Kis 21:20]. Pengikut Mesias dari kalangan
Yahudi, dijuluki “Sekte Netsarim”, “Pengikut Jalan itu”. Sementara pengikut Mesias
di luar Yahudi dijuluki “Christianoi” [Kis 11:24].
Hubungan antara Israel dengan nenek moyang Israel yaitu Abraham, Ishak dan
Yakub, digambarkan dengan istilah “roti kudus” dan “adonan”, “akar kudus” dan
“cabang” atau “ranting” [Rm 11:16]. Sementara Israel sebagai “ranting”, dipatahkan
karena penolakkan mereka terhadap Mesias yang dijanjikan Yahweh melalui mulut
para nabi. Bangsa non Yahudi “ditempelkan” kepada akar zaitun untuk menerima
kehidupan dan kekayaan rohani dan menjadi bagian dari umat beriman [Rm 11:17].
Konsekwensi logisnya bangsa non Yahudi tidak selayaknya bermegah terhadap
bangsa Yahudi terutama pengikut Mesias yang berasal dari Yahudi [Rm 11:18].
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa abad ke-2 Ms menjadi saksi momentum
perubahan terhadap Gereja yang berakar pada Yudaisme. Gereja mulai tercabut
dari akarnya setelah bangsa non Yahudi diluar Yerusalem menerima Mesias.
Mulailah muncul sikap-sikap kebencian dikalangan Gereja di Roma terhadap
kalangan Yahudi. Maka berbagai bentuk-bentuk ibadah berbingkai Yudaisme
mengalami perubahan. Mulailah muncul perayaan “Christmas” dan “Easter”, sebagai
21 Grand Rapids, MI : Zondervan Publishing House, 1984
22 Dallas, Texas : Word Publishing, 1987, 1988, 1991
14
pengganti “Tujuh Hari Raya Israel”. “Ibadah Hari Minggu” sebagai pengganti
“Sabat”. Demikian pula dengan “Ekaristi” sebagai pengganti “Seder Pesakh”, dll.
Kesemua bentuk ini kelak disebut dengan “Anti Semitisme” dan “Replacement
Theology” [Teologi Pengganti]. Kesemua wujud perubahan ini mencerminkan sikap
goyim yang BERMEGAH/MENYOMBONGKAN diri dan berusaha menggantikan
posisi Israel secara lahiriah.
Mengapa Goyim tidak sepantasnya bermegah terhadap Israel jasmani? Pertama,
akar itulah yang menopang ranting dan bukan sebaliknya [Rm 11:18]. Dalam
terjemahan The Orthodox Jewish Brit Chadsha, dituliskan:
But if some of the ana'fim have been broken off, and you, a wild olive, have been
grafted among them and have become sharer in the richness of the olive tree's root,
do not boast (4:2) over the ana'fim. If you do boast, it is not the case that you sustain
the shoresh, but the shoresh sustains you23.
Kata “sustain” bukan sekedar menopang namun secara terus menerus menyediakan
atau memberikan kekuatan dan kehidupan. Sikap yang Anti Semit maupun
menganut pemahaman Replacement Teology merupakan wujud bermegah atau
menyombongkan diri terhadap akar. Bahkan secara tidak langsung merendahkan
kedudukan Mesias yang Yahudi adanya.
Hans Ucko menjelaskan dalam tulisannya:
“Gereja Kristen, teologi Kristen dan Kekristenan secara keseluruhan, tidak
terpisahkan dengan umat Yahudi atau Yudaisme. Orang Yahudi dan Kristen memiliki
Kitab Suci yang sama. Iman Kristen lahir dalam lingkungan Yahudi. Gereja masih
saja ragu apakah kenyataan tersebut dinilai sebagai berkat atau kutuk. Sejumlah
kecil orang Kristen melihat hubungan diatas sebagai suatu masalah dan berupaya
memecahkannya dengan membatasi kitab Perjanjian Lama dan agama umat Israel
di satu sisi dan Yudaisme di sisi lainnya. Dengan cara ini, seseorang sebenarnya
‘membebaskan’ orang Israel dari keyahudiannya. Pendekatan tersebut
mencerminkan sebentuk rasa sulit [bagi orang Kristen atas hubungannya yang
terlalu dekat dengan umat Yahudi dan dengan Yudaisme yang hidup saat ini.
Seseorang memang tidak mudah mengakui akibat dari memilih ‘Tuhan Yahudi’ itu”24.
Demikian pula Nelly Van Doorn-Harder, MA., menjelaskan,
“…proses melupakan warisan keyahudian ini berawal dari pengajaran mengenai
amanat Kristen diluar tanah asalnya sendiri, tanah Palestina, yakni ketika pesan
Kristen ini dikontekstualisasikan dengan cara menyerap budaya-budaya dan ide-ide
lokal seperti ide-ide filsafat Yunani…Dalam kenyataan, yang terjadi adalah para
reformator bahkan membawa gereja keluar jauh dari warisan aslinya karena mereka
dipengaruhi oleh suatu budaya yang berorientasikan ilmu pengetahuan sebagai hasil
dari Renaisance. Sehingga keaslian sikap Kristen Yahudi yang senantiasa berdialog
secara konstan dengan [Elohim] yang penuh simbol dan misteri, sama sekali hilang
dari kehidupan liturgi Protestan dan diganti oleh penekanan ala Protestan yakni
doktrin…anti Yahudi telah memberi andil terhadap paham [ide] bahwa Kekristenan
adalah sebuah agama yang betul-betul asli dan tidak menggunakan unsur Yudaisme
apapun. Melupakan akar-akar keyahudian, memberikan konsekwensi-konsekwensi
serius terhadap kehidupan liturgi Kristen. Bila orang-orang Kristen tidak lagi
memahami arti sepenuhnya latar belakang keyahudian dalam kehidupan liturgi
23 www.beittikvahsynagogues.com
24 Akar Bersama: Belajar tentang Iman Kristen dari Dialog Kristen-Yahudi, Jakarta: BPK, 1999, hal 5
15
mereka, kontroversi-kontroversi seperti yang ada dalam interpretasi mengenai
perjamuan kudus, mulai nampak diantara orang-orang Kristen. Akibat dari
kontroversi-kontroversi ini adalah munculnya perpecahan-perpecahan dan aliranaliran
dalam gereja”25.
Kedua, Israel dipatahkan karena ketidakpercayaan mereka terhadap Mesias yang
telah diutus Elohim Yahweh, sementara Goyim karena percaya pada Elohim yang
telah mengutus Mesias [Rm 11:20]. Ketiga, jika cabang asli tidak dipatahkan maka
Goyim belum tentu ditempelkan dan mendapat kekayaan rohani dari Israel [Rm
11:21]. Keempat, jika Goyim mengabaikan kemurahan Yahweh, akan dipatahkan
juga. Jadi meskipun Goyim ditempelkan dalam Akar Zaitun dan mendapat kekayaan
rohani, bukan bermakna kekal. Jika mereka memberontak, maka akan dipatahkan
pula [Rm 11:22]. Kelima, Bangsa Israel akan ditempelkan kembali dengan akar
zaitun [Rm 11:24], setelah bangsa-bangsa Goyim menerima Mesias, maka semua
Israel akan diselamatkan [Rm 11:25-27].
Mengakui sumber keselamatan berasal dari Israel
Mesias Yahshua secara manusia adalah keturunan Yahda [Ibr 7:14], dilahirkan di
Betlehem [Mik 5:1], dinubuatkan kedatangan-Nya oleh nabi-nabi Israel [Ul 18:37-38,
Yes 7:14]. Suka atau tidak suka, keselamatan yaitu kehidupan kekal karena
dipulihkannya hubungan manusia dengan Elohim akibat kutuk dosa yang
mendatangkan maut, berasal dari Yahudi. Mengapa? Karena dari suku
Yahudi/Yehuda/Yahda, telah lahir Mesias. Dia yang diurapi untuk melakukan karya
penyelamatan terhadap dunia dan manusia. Berbagai upaya untuk membuat
Yahshua terlihat seperti orang Eropa, seperti orang Yunani, seperti orang Negro,
seperti orang Asia, dll. Sikap demikian mencerminkan suatu sikap yang secara
sadar atau tidak sadar enggan mengakui Keyahudian Mesias. Ada banyak faktor
dan motif dibelakang sikap-sikap demikian. Bisa karena motif politis, bisa karena
motif kultural, motif religius dll. Fenomena ini dikomentari oleh Hans Ucko sbb:
“Adalah menarik mengamati bagaimana orang-orang Kristen dibanyak tempat
berupaya menjadikan [Yahshua] sebagai salah seorang dari kelompok mereka,
seolah [Yahshua] hidup dalam kebudayaan dan keprihatinan yang sama dengan
mereka. [Yahshua] menjadi [Yahshua] orang Afrika, [Yahshua] orang Palestina,
[Yahshua] orang Amerika Latin. Hal ini memang perlu, sebab upaya tadi
memperkaya kekristenan. Namun, akibatnya terkadang orang lupa siapa [Yahshua]
yang sesungguhnya. Baru akhir-akhir inilah ada upaya mengembalikan [Yahshua]
kedalam keyahudian-Nya”26.
Senada dengan penjelasan diatas, Anton Wessel memberikan keterangan:
“[Yahshua] bukan orang Kristen, tetapi orang Yahudi! Ucapan Jullius Wellhausen ini
menjadi terkenal dan sering dikutip orang. Pernyataan ini pada dasarnya sangat
sederhana dan jelas, sekalipun tidak dapat dikatakan bahwaq orang Kristen selalu
menyadari betapa luas arti pernyataan ini. Ungkapan ini menyatakan-betapa
mungkin secara mengejutkan-betapa sering orang Kristen kira, bahwa mereka sudah
memahami dan mengetahui seluruh pribadi-Nya. Mereka lupa bahwa ‘keselamatan
25 Akar-akar Keyahudian dalam Liturgi Kristen, dalam : Jurnal Teologi GEMA Duta Wacana, no 53,
Yogyakarta: 1998, hal 72-73
26 Op.Cit., Akar Bersama, hal 6-7
16
datang dari bangsa Yahudi’, sebagaimana terungkap dalam percakapan [Yahshua]
di sumur dengan perempuan Samaria itu [Yoh 4:22]”27.
Apapun alasannya, Yahshua secara manusiawi adalah Yahudi. Juruslamat itu
berasal dari suku Yahda [Ibr 7:14]
Mengakui sumber pengajaran berasal dari Israel
Torah di turunkan Yahweh kepada Bangsa Israel sebagai petunjuk yang mengatur
seluruh sistem kehidupan. Mesias Yahshua mengajar dan melaksanakan Torah
dengan benar [Mat 5:17-18]. Mengabaikan Torah dengan beralasan bahwa Torah
telah kehilangan relevansinya setelah Mesias datang, merupakan perlawanan
terhadap hakikat diturunkanya Torah. Pengikut Mesias di Abad I Ms tidak
melepaskan Torah namun memeliharanya dalam terang kematian dan kebangkitan
Mesias [Kis 21:20]. Sikap mengabaikan pengajaran dalam Torah merupakan
perkembangan setelah Gereja/Eklesia/Kahal Yahweh berkembang di luar Yerusalem
dan bergerak jauh dari episentrum kerohanian, sehingga mengalami disorientasi
iman dan ibadah.
BAGAIMANA MENGAKTUALISASIKAN PEMAHAMAN
KEMBALI KE AKAR IBRANI?
Meskipun kembali ke akar iman bukan bermakna “menjadi Yahudi” dan sejenisnya,
namun pemahaman tentang “Keyahudian” atau “Keisraelan” dan berbagai ekspresi
ibadah, pengajaran serta tradisi-tradisi mereka, perlu dipelajari dalam terang
kehadiran Yahshua Ha Mashiah. Hasil pemahaman mengenai “kembali ke akar
Ibrani”, perlu diaktualisasikan dalam berbagai bidang penghayatan Kristiani. Berikut
beberapa bentuk aktualisasi pemahaman kembali ke akar Ibrani dalam kehidupan
iman Kristiani:
Dalam Ibadah [Avodah]
Merekonstruksi kembali tata ibadah pengikut Mesias yang berakar pada keyahudian
dan menerapkan secara kontekstual yaitu, sabat, tefilah shakharit-minhah-maariv,
tujuh hari raya, dll. Sejarah mencatat bahwa Yahshua dan para rasul tidak pernah
memerintahkan mengganti sabat dengan ibadah minggu. Kaisar Konstantin yang
pertama kali menggagas untuk memindahkan ibadah sabat menjadi minggu, ketika
Kekristenan berhasil dijadikan agama negara.
“Kahal Yahweh” [Gereja] perlu untuk mengembalikan sabat Yahweh karena sabat
merupakan penetapan Yahweh sendiri. Berbagai gereja di berbagai belahan dunia,
telah menyadari pentingnya sabat dan mulai memelihara sabat dan
menguduskannya dalam bentuk peribadahan. Mengenai sabat akan diperdalam
dalam bab berikutnya dari tulisan ini. Doa harian tiga kali sehari, yaitu Shakharit,
Minha dan Maariv yang telah dilaksanakan sejak masa Daud [Mzm 55:17], Daniel
[Dan 6:11], Ezra [Ezr 9:5] sebagai bentuk doa harian yang merujuk pada pola
mempersembahkan korban di Bait Suci yang dilaksanakan tiga kali sehari [Kel
29:38-42, Bil 28:1-8, 2 Raj 16:15, 1 Taw 16:40]. Meskipun ada beberapa penulis
27 Memandang Yesus : Gambar Yesus Dalam Berbagai Budaya, Jakarta : BPK, 1990, hal 19
17
yang tidak menyetujui bahwa Yahshua melakukan praktek doa harian tiga kali
sehari, sebagaimana diterangkan oleh Rashid Rahman, demikian:
“Sejauh ini sulit membuktikan secara eksplisit bahwa [Yahshua] melakukan tiga kali
berdoa sehari sebagaimana pola Farisi…Rupanya pola ibadah harian yang
[Yahshua] lakukan mengikuti langsung ibadah Yudaisme pola Eseni: Shema dan
Terapeutik, yakni pola tradisonal dari kaum leluhur: Patrious [Mrk 12:26] dan
monastik Yahudi”28.
Namun beberapa ayat memberikan indikasi bahwa Yahshua melakukan pola
tersebut [Mrk 1:35, Mrk 6:46, Luk 6:12]. Demikian pula para rasul meneruskan tradisi
Tefilah Shakharit, Minha dan Maariv, sebagaimana dilaporkan bahwa Petrus dan
Yohanes masuk ke Bait Suci untuk beribadah pada jam ke sembilan [jam 15.00 WIB,
Kis 3:1], lalu Petrus berdoa di Yope pada jam keenam [jam 12.00 WIB, Kis
10:9].Gereja perlu memulihkan kembali pola ibadah tiga kali sehari ini untuk
menghubungkan dirinya dengan akar ibadah Yudaisme yang menjadi latar belakang
ibadah Mesias dan murid-murid-Nya.
Demikian pula dengan keberadaan hari-hari raya. Dalam Imamat 23:1-44 Yahweh
menegaskan ada tujuh hari raya Israel. Ketujuh hari raya tersebut memiliki makna
berlapis. Disatu sisi itu merupakan pesta panen. Disisi lain berhubungan dengan
tindakan Yahweh yang telah menyelamatkan Israel dari perbudakan Mesir sampai
peringatan penyertaan Yahweh dipadang gurun, melalui simbol-simbol ibadah dalam
ketujuh hari raya tersebut. Namun Gereja di Abad ke-2 Ms dan seterusnya
kehilangan akar perayaan ini dan menggantikannya dengan ibadah yang tidak
firmaniah seperti “Christmass” yang dirayakan pada setiap 25 Desember dan
“Easter” sebagai pengganti Paskah. Dalam berbagai kajian telah dibuktikan bahwa
Christmass tanggal 25 Desember merupakan bentuk peribadahan yang berakar dari
perayaan paganistik, yaitu penyembahan pada dewa “Sol Invictus”. Sementara
Easter merupakan perayaan paganistik di musim semi. Uraian mengenai hari raya
dan berbagai hari raya pengganti, akan diuraikan secara tersendiri dalam bagian
tulisan ini. Gereja perlu untuk memulihkan tujuh hari raya yang ditetapkan Yahweh
sendiri. Secara prophetik, tujuh hari raya tersebut bukan hanya menunjuk pada
suatu peristiwa historis antara Israel dan Yahweh namun menunjuk pada Mesias
yang akan datang, yaitu menunjuk pada kehidupan dan karya Sang Mesias dari
sejak kelahiran, kematian, kebangkitan, kenaikan ke Sorga hingga kedatanganNya
yang kedua.
Dalam Pokok-pokok Iman [Emunah]
Merekonstruksi kembali pokok-pokok ajaran pengikut Mesias yang berakar pada
keyahudian dan menerapkan secara kontekstual [Keesaan Tuhan, Nama Tuhan,
Hakikat Mesias, Baptisan, Sorga, Neraka, Setan, Malaikat,dll.]. Gereja diawal
pertumbuhannya tidak pernah merumuskan istilah “Tritunggal”. Sebagaimana
Yudaisme yang mendasarkan pada keesaan Elohim sebagaimana diperintahkan
dalam Ulangan 6:4-5, demikianlah Mesias melafalkan “Shema” ketika ditanya oleh
para ahli Taurat mengenai hukum yang terutama [Mrk 12:29]. Tidak ditolak bahwa
didalam tulisan Perjanjian Baru tersebar formula sebutan “Bapa”, “Putra” dan “Roh
Kudus” sebagaimana menjadi warna dari keseluruhan tulisan Rasul Paul, namun
28 Ibadah Harian Zaman Patristik, Tanggerang : Bintang Fajar, 2000, hal 30
18
para rasul, termasuk Rasul Paul tidak pernah menyebutkan istilah Tritunggal.
Sebaliknya, para rasul selalu menyebutkan Elohim sebagai Esa [Yoh 17:3, Yoh 5:44,
1 Kor 8:5-6, 1 Tim 2:5] meskipun serentak menyebut baik Bapa, Putra dan Roh
Kudus. Secara historis, istilah Tritunggal merupakan rumusan Tertulianus [166-220
Ms] yang dimaknai “Una Substantia Tres Persona”[lat] atau “Mono Ousia Tres
Hypostasis”[Yun] artinya “Satu Keberadaan yang memiliki tiga pribadi”. Diskusi
mengenai irelevansi terminologi Tritunggal akan pula dibahas secara terpisah dalam
tulisan ini. Demikianpula dengan eksistensi nama Yahweh yang tertulis sebanyak
kurang lebih 6000 kali dalam TaNaKh dan kurang lebih 210 dalam Besorah [Injil],
perlu mendapatkan tempat dan pengkajian yang serius serta diaplikasikan dalam
penerjemahan Kitab Suci, tata ibadah, nyanyian, khotbah dan berbagai kajian
kerohanian.
Dalam Etika [Halakhah]
Merekonstruksi kembali pokok-pokok etika pengikut Mesias yang berakar pada
keyahudian dan menerapkan secara kontekstual [etika sosial, etika politik, etika
rumah tangga, etika ekonomi, etika pendidikan, etika kesehatan, dll]. Halakhah
Yudaisme yang didasarkan pada pernyataan para rabbi yang hidup diberbagai abad,
menjadi salah satu sumber informasi dalam mengambil berbagai keputusan sosial,
ekonomi, pemerintahan yang didasarkan pada Torah Yahweh. Di satu sisi, suratsurat
rasul Paul, bisa juga dianggap menjadi rujukan halakhah mesianik di abad 1
Ms [walaupun bukan ini satu-satunya definisi yang tepat], maka umat pengikut
Mesias perlu menggembangkan berbagai kajian dibidang sosial, ekonomi, politik,
kebudayaan yang merupakan berbagai kumpulan tafsir dan pemahaman yang
didasarkan pada TaNaKh maupun Besorah.
Dalam Teologi [Elohut]
Mempelajari pola penafsiran Hebraic Rabbinik
Ada banyak metode dalam melakukan proses penafsiran Kitab Suci [Hermeneutik]
yang diajarkan dalam berbagai sekolah teologia. Pdt. Hasan Sutanto, MTh.
Memberikan bentangan informatif mengenai beragam metode tafsir yang terbentang
dari sejak zaman Ezra, Rabbinik sampai abad modern29. Secara umum, berbagai
metode tafsir yang saat ini masih diberlakukan di berbagai sekolah teologia adalah:30
• Textual Criticsm [Menyelidiki kata-kata asli atau dalam teks Kitab Suci]
• Historical Criticsm [Menyelidiki latar belakang dan konteks dimana Kitab
Suci dituliskan]
• Grammatical Criticsm [Menyelidiki struktur bahasa yang meliputi tata
bahasa, dalam teks Kitab Suci]
• Literary Criticsm [Menyelidiki susunan, struktur, gaya bercerita suatu teks
dalam Kitab Suci]
• Form Criticsm [Menyelidiki gaya sastra dan fungsi suatu teks dalam Kitab
Suci]
29 Hermeneutik : Prinsip & Metode Penafsiran Alkitab, Malang : SAAT, 1991, hal 29-110
30 John H. Hayes & Carl R. Holladay, Biblical Exegesis: A Beginner’s Handbook, Atlanta: John Knox
Press, 1982
19
• Tradition Criticsm [Menyelidiki tahapan penyusunan suatu teks dalam Kitab
Suci]
• Redaction Criticsm [Menyelidiki sudut pandang akhir dan kanonik serta
teologi dalam suatu teks Kitab Suci]
Tidak ada satupun metode-metode tersebut yang sempurna. Maka dengan
melakukan sintesa diantara berbagai metode penafsiran, akan dihasilkan sudut
pandangan atau penafsiran yang mendekati kesempurnaan. Metode-metode diatas
tidak perlu dibuang dan ditiadakan dikarenakan semata-mata dipengaruhi pola pikir
Helenis yang rasionalistik,namun perlu disintesakan dengan pola penafsiran hebraic
yang telah dikerjakan sejak zaman rabbinik pra Mesias maupun dizaman Mesias.
Pola Yahudi kuno memiliki sistem penafsiran Kitab Suci yang disebut “PaRDeSh”.
Secara literal bermakna “taman” namun sebenarnya istilah tersebut merupakan
akronim dari :31
• Peshat [Menyelidiki teks yang tersurat]
• Remez [Menyelidiki makna yang tersembunyi dalam teks]
• Drash [Menyelidiki makna suatu perikop dalam kaitannya dengan khotbah,
pengajaran, dll]
• Shod [Menyelidiki aspek gematria {angka-angka} yang tersembunyi dan
mengandung pesan yang harus dipecahkan]
Yang tidak kalah menariknya adalah metode Hillel dalam menafsirkan yang terkenal
dengan sebutan “Tujuh Aturan Hillel” yang terdiri dari :32
• Qal wa Khomer [Berat dan Ringan]
• Gezerah shawah [Persamaan kalimat]
• Binyan ab mikatuv ehad [Membangun suatu pernyataan dari satu teks
pendukung]
• Binyan ab mishene Kethuvim [Membangun suatu pernyataan dari satu atau
lebih teks pendukung]
• Kelal u Ferat [Umum dan Khusus]
• Kayotse bo mimemom ahar [Analogi yang dibuat berdasarkan teks yang
berbeda]
• Davar milmad ha anino [Penjelasan berdasarkan konteks teks]
Berbagai metode diatas dapat disintesakan sehingga menghasilkan pola penafsiran
yang berakar pada keyahudian tanpa kehilangan warisan penafsiran yang telah
dipelihara oleh berbagai sekolah teologi.
Mempelajari tradisi Rabbinik Yudaik,
dalam Kitab Perjanjian Baru
Dalam Kitab Perjanjian Baru, kita akan menemui sejumlah pernyataan atau kalimat
yang asing ditelinga kita namun tidak asing jika didengar oleh orang Yahudi pada
Abad 1 Ms, karena berbagai idiom khas tersebut menjadi bagian dari diskusi
rabbinik. Sebagaimana kita dapat melihat dalam Matius 5:17-48 dimana Yahshua
selalu membuat tanggapan terhadap pernyataan yang sebelumnya telah berlaku
31 DR. James Trimm, PaRDeS: The Four Levels of Understanding the Scriptures, www.nazarene.net
32 The Seven Rules of Hillel, www.nazarene.net
20
dengan berkata, “engkau telah mendengar” [shematem] namun aku berkata
kepadamu [Ani omer attem,Heb.]”.
Berbagai kalimat atau ungkapan khas Yahudi tersebut dinamakan idiom. Beberapa
idiom Hebraic dalam Kitab Perjanjian Baru al, “mata baik dan mata buruk”[Mat 6:22-
23], “mengikat dan melepas” [Mat 16:19], “letakkan kata-kata ini ditelingamu” [Luk
9:44], “membatalkan Torah dan menggenapi Torah” [Mat 5:17]. David Bivin & Roy
Blizzard telah mengulas secara ilmiah mengenai temuan idiom-idiom hebraic yang
tertulis dalam Kitab Perjanjian Baru. Kegagalan memahami makna idiom hebraic,
mengakibatkan terjemahan yang keliru dan penafsiran teologi yang keliru33.
Memberi bobot secara proporsional
terhadap pengkajian kebahasaan,
baik bahasa Yunani maupun bahasa Ibrani
Dalam berbagai sekolah teologi, terkadang tekanan diberikan pada penguasaan
bahasa Yunani daripada Ibrani. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan yang
telah tersebar luas bahwa Kitab Perjanjian Baru mula-mula ditulis dalam bahasa
Yunani. Maka diperlukan penguasaan terhadap bahasa Yunani untuk melakukan
penafsiran terhadap teks. Tidak jarang terjadi, bahwa mata pelajaran bahasa
Yunani dan Ibrani terkadang hanya menjadi mata pelajaran sekunder dan kurang
mendapat perhatian seutuhnya, sehingga menghasilkan penguasaan materi yang
sepenggal-sepenggal dan bersifat pasif. Kedua mata pelajaran bahasa Ibrani dan
Yunani, mutlak dikuasai oleh mereka yang menggeluti dunia teologia. Tanpa
penguasaan bahasa, kita akan gagal memahami maksud teks, idiom kalimat,
sehingga mengakibatkan penafsiran yang menyimpang dari masud teks dan
konteksnya.
Memperluas pengkajian sejarah Yudaik,
pada masa Intertestamental
Yang dimaksud dengan zaman atau masa Intertestamental adalah:
“zaman sepanjang empat ratus tahun antara maleakhi sampai kelahiran [Mesias].
Sumber-sumber informasi utama untuk zaman ini adalah kita-kitab Makabe yang
menceritakan tentang pemberontakan yang dipimpin oleh wangsa Makabeus serta
kekacauan yang terjadi di tanah Palestina waktu itu dan tulisan-tulisan Yosefus,
sejarawan Yahudi abad pertama”34.
Mengapa penelitian dan pendalaman terhadap zaman Intertestamental ini
diperlukan? Robert dan Remy Koch menjelaskan sbb:
“It is important for both Jews and Christians to understand the silent period between
the last TaNaKh [Old Testament] Prophets and the writings of the Brit Chadasha
[New Testament] because the five hundred year period formed the foundation of both
modern Rabbinic Judaism and Messianic Judaism [the Nazarenes] of which
Christianity is a branch. One truly cannotr comprehend the Brit Chadasha [New
Testament] without knowing something about the time, religious customs and
33 Understanding the Difficult Words of Jesus, New Insight From a Hebraic Perspective, Destiny
Image Publishers & Center for Judais-Christian Studies, 1994, p.81-128
34 J.I. Packer dkk., Dunia Perjanjian Baru, Gandum Mas, 1993, hal 3
21
conroversies, social custom and attitudes of the Jewish population in general”35
[Adalah penting bagi kedua pihak, yakni kaum Yahudi dan Kristiani untuk memahami
periode ‘kesunyian’ yang terentang dari akhir TaNaKh, nabi-nabi hingga penulisan
Kitab Perjanjian Baru, sebab periode waktu lima ratus tahun ini, merupakan dsar
terbentuknya baik Yudaisme Rabbinik modern maupun Mesianik Yudaisme, yang
mana merupakan akar dari Kekristenan. Belumlah lengkap pemahaman seseorang
mengenai Perjanjian Baru tanpa mengetahui sesuatu yang berkaitan dengan waktu,
kebiasaan agama dan perdebatan-perdebatan, kebiasaan masyarakat dan berbagai
sikap komunitas Yahudi secara umum pada waktu itu].
Selanjutnya Robert dan Remy Koch melanjutkan:
“By studyng this period, Jews and Christians will be able to discern the doctrine of
the Messiah, Shaul [Paul] and the other writers of the Brit Chadasha [New
Testament] based only on accurate understanding of history and Biblical Judaism.
The Brit Chadasha will be put back into the original time and place. Context must
determine content”36 [dengan mempelajari periode waktu ini, maka baik orang
Yahudi maupun Kristiani akan mampu membedakan pengajaran Mesias, pengajaran
Rasul Shaul {Paul} dan penulis Kitab Perjanjian Baru lainnya, yang didasarkan pada
pemahaman yang tepat terhadap sejarah dan Yudaisme Biblikal. Kitab Perjanjian
Baru akan diletakkan selayaknya pada ruang dan waktu yang mula-mula. Konteks
akan menentukan isinya].
Meninjau ulang asumsi pembatalan Torah
di masa Perjanjian Baru
Meskipun Kekristenan pada umumnya tidak secara langsung menyebutkan telah
membataalkan Torah, namun dari berbagai sikap yang ditunjukan, memperlihatkan
sikap yang mengabaikan Torah dan mengganggapnya hanya sebagai era Musa
yang telah kehilangan relevansi seutuhnya dizaman Yahshua. Kita dapat melihat
berbagai kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang kristen seperti memakan
hewan-hewan yang dikategorikan “tame” [kotor] sebagaimana diatur dalam Imamat
11. Demikian pula masih mengkonsumsi darah, hewan yang dimasak dari hasil
mencekik dan menganiaya, sementara para rasul pun melarangnya [Kis 15:20].
Perilaku demikian disebabkan asumsi teologi yang sudah tertanam oleh berbagai
pengajaran yang didasarkan pada berbagai terjemahan Kitab Suci yang buruk dan
mengesankan bahwa Torah telah dibatalkan. Dalam bagian awal tulisan ini telah
disinggung beberapa ayat yang diterjemahkan secara keliru sehingga
mengakibatkan pemahaman teologi yang keliru.
Meninjau ulang asumsi peniadaan nama Yahweh,
dalam Kitab Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru
Jika hanya mengacu pada naskah Kitab Perjanjian Baru versi Yunani yang tersedia,
kita tidak mendapatkan nama Yahweh secara literal tertulis. Semua nama Yahweh
yang dikutip dari Kitab Perjanjian Lama, oleh naskah Kitab Perjanjian Baru
berbahasa Yunani didasarkan pada naskah Septuaginta yang telah mengganti nama
Yahweh dengan sebutan Kurios dan bukan dari TaNaKh versi Masoretik maupun
Dead Sea Scroll [Naskah Laut Mati] yang usianya lebih tua dari naskah Masoretik.
Maka ketika Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani mengutip Kitab Perjanjian
35 Christianity: New Religion or Sect of Biblical Judaism?, Palm Beach Gardens, Florida: A Messenger
Media Publication, p.89
36 Ibid., p. 90-91
22
Lama akan menuliskannya dengan Kurios. Namun jika membaca naskah Perjanjian
Baru versi Shem Tob, Du Tillet, Crawford, Munster, Old Syriac, Peshitta, nama
Yahweh muncul dalam bentuk “MarYah” [ayrmd “Mar”=Tuan + “Yah”=Yahweh] dan
hvhy serta yy. Dalam Hebraic New Testament Version, terjemahan DR. James
Trimm, nama Yahweh muncul sebanyak 210 kali dalam naskah Kitab Perjanjian
Baru. Berbagai terjemahan Kitab Suci yang telah memulihkan kembali penggunaan
nama Yahweh dalam Kitab Perjanjian Baru al, The Scriptures, The Word of
Yahweh, The Restoration Scriptures, The Sacred Bible, ha Brit ha Khadasha,
dll. Terjemahan-terjemahan tersebut dapat menjadi rujukan dalam melakukan
terjemahan alternatif non Lembaga Alkitab Indonesia.
KESIMPULAN
Eksposisi historis membuktikan bahwa gereja berakar pada Yudaisme dan
melakukan praktek ibadah dengan latar belakang Yudaisme [sabat, moedim,
tefilah,tsedaqah,dll]. Gereja tercabut dari akarnya sejak Abad 2 Ms dan mulai
melepaskan diri dari Yudaisme. Tercabutnya gereja dari akar Yudaisme dipicu oleh
sikap anti semit/anti Yahudi dikalangan bangsa Romawi kuno dan berimbas pada
sikap penganut Kristen di Roma. Mulailah kita menemui berbagai ekspresi doktrin
dan tata ibadah yang menjauh dari Yudaisme seperti ,kepercayaan terhadap Elohim
yang disifatkan dengan sebutan Tritunggal, Ekaristi, Christmass, Easter, Sunday
Worship,dll. Mengingat telah begitu jauh gereja meninggalkan akar keyahudiannya,
maka diperlukan suatu upaya melakukan redefinisi dalam berbagai bidang, baik
teologia, etika dan tata ibadah serta pokok-pokok iman. Redefinisi ini diistilahkan
dengan “Back to the Hebraic root”. Untuk melakukan aplikasi perubahan, diperlukan
pemahaman yang benar terhadap “kembali ke akar ibrani”. Tulisan ini telah
menyediakan beberapa landasan epistemologis dan teologis sebagai bahan
melakukan berbagai redefinisi dan rekonstruksi. Kiranya tulisan ini memberikan
pencerahan dan mendorong untuk melakukan berbagai perubahan yang mendasar.
_____
Materi ini merupakan makalah yang pernah disampaikan di Seminar Mesianik di Wisma PTPM
Yogyakarta, Tgl 27-28 September 2006 dan menjadi BAB I buku Kembali ke Yerusalem, Kebumen:
Nafiri Yahshua Ministry 2006

Makna Sabbat

Secara historis, Siddur merupakan buku panduan dan petunjuk berbagai doa-doa dalam Yudaisme yang meliputi doa tiga kali sehari [shakharit, minha dan maariv] lalu ibadah sabat, berbagai hari raya dan hari-hari penting keyahudian. Siddur sendiri disusun oleh berbagai orang, rabbi sejak 2500 tahun yang lampau. Dalam Yudaisme, ada berbagai Siddur yaitu Siddur Orthodox, Siddur Konservativ, Siddur Reform. Seiring dengan fenomena kebangkitan Mesianic Judaism atau orang-orang Yahudi yang mulai mempercayai Yahshua sebagai Mesias yang muncul sekitar Abad XIX di Eropa, maka tersebarlah suatu bentuk peribadahan dan pokok-pokok iman yang berakar dan diekspresikan dalam bingkai Hebraic/Ibrani. Mesianic Judaissmsebagai bagian dari Yudaisme yang menganut kepercayaan kepada Yahshua sebagai Mesias dan Putra Yahweh, memiliki tata ibadah yang dituangkan dalam bentuk Siddur. Beberapa Siddur Mesianic al, Messianic Service for the Festivals and Holy Days oleh John Fischer. Messianic Shabat Siddur oleh Jeremiah Greenberg. Passover Haggadah oleh Eric Peter Lipson. Siddur for Messianic Jews oleh DR. John Fischer dan DR. David Bronstein. Mengenai sejarah dan perkembangan Siddur Mesianik serta Liturgi Messianic, dapat mengakses data dari www.caspari.com mengenai topik Messianic Jews & Liturgi.Kehilat Nafiri Yahshua sebagai bagian dari pergerakan besar yang merujuk pada visi kembali kepada akar iman yaitu akar Ibrani, berusaha menyusun dengan seksama Siddur sebagai panduan ibadah personal [pribadi] dan komunal [kelompok]. Siddur yang disusun diadaptasi dari nilai-nilai Yudaisme, Mesianik Yudaisme yang dalam batas-batas tertentu disesuaikan dengan konteks Indonesia sehingga tidak menimbulkan kesenjangan kultural serta mengesankan hegemoni kultural tertentu [Yahudi]. Rasul Paul mengingatkan bahwa baik Yahudi dan Non Yahudi memiliki kesetaraan dalam rencana penebusan Yahweh didalam Yahshua [Ef 211-22]. Siddur yang disusun didasarkan pada banyak rujukan Kitab Suci baik TaNaKh dan ha Brit ha Khadasha.Kiranya Siddur Avodah Shabat-Tefilah-Moedim yang secara khusus dipergunakan oleh Kehilat Nafiri Yahshua, menjadi penuntun untuk menghayati hubungan spiritual dengan Yahweh Semesta Alam didalam Yahshua Sang Mesias.
MAKNA & PENGGUNAAN SIDDUR
Kata Ibrani untuk buku doa disebut Siddur, yang berasal dari akar kata Ibrani “s-d-r” [r-d-s] yang bermakna “aturan/tata cara”. Siddur, selanjutnya merupakan buku yang berisikan doa-doa dalam bahasa Ibrani berdasarkan tata cara dengan waktu yang telah ditentukan [www.hebrewforchristian.org/siddur_htm]. Rabbi Hayim Levi ha Donin menjelaskan bahwa Siddur adalah teks keagamaan Yahudi yang beredar sangat luas yang didasarkan pada teks Kitab Suci Ibrani. Siddur bukan hanya buku doa yang dilaksanakan sejak 2500 tahun lalu, namun berisikan kesaksian prinsip-prinsip iman Yudaisme, harapan orang-orang Yahudi sepanjang sejarah [To Pray as A Jew, Basics Book,Ada berbagai Siddur, yaitu Siddur Orthodox Yahudi, Siddur Konservatif Yahudi, Siddur Reform Yahudi dan Siddur Mesianic. Mesianic Yahudi adalah komunitas orang Yahudi yang telah menerima Yahshua sebagai Mesias. Dalam tata ibadahnya, mereka pun menggunakan Siddur namun dalam perspektif kematian dan kebangkitan Yahshua sebagai Mesias yang dijanjikan dalam Torah.Kehilat Nafiri Yahshua, secara spiritual terhubung dengan berbagai gerakan “Kembali ke Akar Ibrani” di seluruh dunia yang di proklamirkan oleh komunitas Yahudi Mesianik. Dalam ekspresi ibadah, mengacu pada akar Ibrani dengan menggunakan Siddur yang diadaptasi dari nilai-nilai Yudaisme dan Mesianik Yudaisme yang didasarkan pada TaNaKh [Kitab Perjanjian Lama] dan ha Brit ha Khadashah [Kitab Perjanjian Baru].Siddur Kehilat Nafiri Yahshua Kebumen disusun untuk kebutuhan tata ibadah yang mengacu pada akar Ibrani, yang terdiri dari Siddur mengenai Shabat, Siddur mengenai Tefilah[Doa harian], Siddur mengenai Moedim [Hari-hari raya] dll. Siddur digunakan sebagai petunjuk ibadah dan doa-doa yang bersifat personal dan komunal dan selalu dibawa saat melaksanakan ibadah komunal. Isi Siddur Kehilat Nafiri Yahshua merupakan sintesa antara Siddur Yudaisme [Hirsh Siddur, Feldheim Publishers, 1978] Mesianic Yudaisme [Chavurah Nephes Chayee, shul.heartofisrael.org] yang disesuaikan dengan konteks Indonesia, untuk memudahkan pemahaman.
MAKNA IBADAH SABAT
Kata “Shabat”, memiliki akar kata “shin-bet-taw” [tbW] yang bermakna “berhenti”, “beristirahat”, “mengakhiri”. Selain itu dapat juga bermakna “hari yang ketujuh”. Dalam Kejadian 2:2 dikatakan, "Ki sheshet yamiym asya Yahweh et ha shamayim we et haaret et hayim we et kal asyer bam wayanakh bayom ha shevii. Al ken berak Yahweh et yom ha shabat wayeqadshehu" [Sebab enam hari lamanya Yahweh menjadikan langit dan bumi serta segala yang hidup. Semua diselesaikannya pada hari yang ketujuh. Demikianlah Yahweh memberkati hari Sabat dan menguduskannya]. Sabat adalah hari ketujuh dimana Yahweh menghentikan aktivitas penciptaan. Sabat adalah hari yang diberkati serta dikuduskan. Yahweh memerintahkan agar Sabat dipelihara untuk mengingat karya penciptaan dan menghentikan aktivitas kerja harian [Kel 20:11, Ul 5:12].
Kedatangan Yahshua sebagai Mesias yang dijanjikan, tidak untuk meruntuhkan eksistensi Sabat, karena Yahshua tidak hendak membatalkan Torah dan Kitab Para Nabi melainkan menggenapinya/meneguhkannya/memberikan arti yang penuh [Mat 5:17-18]. Yahshua ha Mashiah pun memelihara Sabat sebagaimana diatur dalam Torah. Yahshua mengajar tiap-tiap hari Sabat [Luk 4:16]. Demikian pula para rasul sepeninggal Yahshua ke Sorga, mereka selalu mengajar di Sinagog setiap Sabat, baik kepada orang Yahudi maupun Non Yahudi [Kis 13:13-14,42,44]. Kebangkitan Yahshua pada hari pertama, tidak pernah ditetapkan oleh Yahshua sebagai pengganti Sabat. Penetapan hari Minggu [Yom Rishon=Hari Pertama] sebagai pengganti ibadah Sabat merupakan buah pekerjaan Kaisar Konstantine yang pada tahun 321 mengeluarkan Edik Milano dimana Sabat diubah menjadi Minggu. Pada mulanya, orang-orang Romawi merayakan penyembahan pada dewa Matahari, setiap hari minggu [Sun= Matahari - Day= Hari]. Lalu diisi dengan pemahaman baru bahwa Yahshua adalah matahari kebenaran, sehingga ditetapkanlah bahwa hari Minggu menjadi ibadah Kekristenan.
Sebagaimana Yahshua dan para rasul serta Kahal Yahweh di Abad I Ms tetap memelihara Sabat sebagai hari perhentian dan ibadah, maka Kehilat Nafiri Yahshua pun melakukan perintah yang sama. Dalam Siddur ini disusun beberapa tata ibadah dalam melaksanakan Sabat yang terdiri dari Erev Sabat [pembukaan Sabat], Avodah Sabat [Ibadah Sabat], Havdalah [penutupan Sabat].EREV SHABAT KELUARGA
[Pembukaan Sabat Petang Keluarga]
􀂉 Dilaksanakan dirumah [Ayah, Ibu, Anak]
􀂉 Pujian Pembuka Ibadah
Istri/Pemimpin wanita menyalakan lilin Shabat
􀂉 Birkat Or, Setelah menyalakan lilin Shabat
Barukh Atta Yahweh, Eloheinu, Melekh ha Olam, asher kidshanu be mitsotaw uvedam Yahshua ha Mashiah we tsiwanu le hadlik naer shel Shabat
[Diberkatilah Engkau ya Yahweh Elohim kami, Raja Semesta Alam, yang telah menyucikan kami dengan perintah-perintah-Nya dan didalam darah Yahshua ha Mashiah dan telah memerintahkan kami untuk menyalakan lilin Shabat.]
􀂉 Kiddush, Berkat atas Anggur
Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam. Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Elohim pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Dia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu
• Pemimpin mengangkat Cawan :
Barukh Atta Yahweh Eloheinu Melekh ha Olam, Bore pri ha Goven, Amin.
[Diberkatilah Engkau ya Yahweh Elohim, Raja Semesta Alam, Pencipta buah anggur, Amin]
Wahai Kekasih jiwaku, Bapa yang Mulia, bawalah pelayan-Mu kehadapan-Mu. Biarlah pelayan-Mu melipat kaki untuk membungkuk dihadapan-Mu. Biarlah kasih sayang-Mu bagi kami, lebih manis dari madu, ya Rajaku
Nyatakanlah diri-Mu dan hampirilah kami, Wahai Yang Pengasih, tempat perlindungan yang damai. Biarlah bumi bercahaya dengan kemuliaan-Mu; kami hendak bersukacita dan bergembira dihadapan-Mu. Bersegeralah, Yang Maha Pengasih, sebab waktunya telah tiba dan tolonglah kami seperti hari-hari yang telah lampau.
􀂉 Ha Motsi, Sebelum memecah Roti Shabat
• Pemimpin mengangkat Roti :
Barukh Atta Yahweh Eloheinu Melekh ha Olam, ha notsi lekhem min ha arets, Amin
[Diberkatilah Engkau ya Yahweh, Elohim kami, Raja Semesta Alam yang telah memberikan bagi kami makanan dari bumi, Amin]
􀂉 Berkat atas makanan
Barukh Atta Yahweh Eloheinu Melekh ha Olam asher bidvaro ma’ariv aravim
[Diberkatilah Engkau ya Yahweh Elohim kami, Raja Semesta Alam yang Firman-Nya menghasilkan pada petang hari]
Dengan hikmat-Mu, Engkau membuka gerbang Surga dan dengan kepandaian Engkau mengubah waktu dan menyebabkan musim berganti. Engkau mengatur bintang-bintang agar bercahaya sesuai kehendak-Mu. Engkau menciptakan siang dan malam; Engkau mengatur cahaya sebelum gelap datang dan kegelapan sebelum cahaya; Engkau menyebabkan siang datang dan malam tiba serta membuat perbedaan antara siang dan malam, Yahweh Tsebaot adalah Nama-Nya
Barukh Atta Yahweh Eloheinu, Melekh ha Olam, bore mina mazonot, Amin
[Diberkatilah Engkau Yahweh Elohim kami, Raja Semesta Alam, Pencipta berbagai jenis makanan, Amin.
• Makanan dibagikan
􀂉 Ashet Khayil, Berkat terhadap Istri
1. Istri yang cakap, siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga daripada permata
2. Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan
3. Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya
4. Ia mencari bulu domba dan rami dan senang bekerja dengan tangannya
5. Ia serupa kapal-kapal saudagar, dari jauh ia mendatangkan makananya
6. Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan
7. Ia membeli sebuah ladang yang diingininya dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya
8. Ia mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya
9. Ia tahu bahwa pendapatannya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak padam
10. Tangannya ditaruhnya pada jentera, jari-jarinya memegang pemintal
11. Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan tangannya kepada yang miskin
12. Ia tidak takut kepada salsu untuk seisi rumahnya, karena seluruh isi rumahnya berpakaian rangkap
13. Ia membuat bagi dirinya permadani, lenan halus dan kain ungu pakaiannya
14. Suaminya dikenal dipintu gerbang, kalau ia duduk bersama-sama para tua-tua negeri
15. Ia membuat pakaian dari lenan dan menjualnya, ia menyerahkan ikat pinggang kepada pedagang
16. pakaiannya adalah kekuatan dan kemuliaan, ia tertawa tentang hari depan
17. Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada dilidahnya
18. Ia mengawasi segala perbuatan tanggannya, makanan kemalasan tidak dimakannya
19. Anak-anak bangun dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia
20. Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua
21. kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi istri yang takut akan Yahweh dipuji-puji
22. berilah kepadanya bagian dari hasil tangannya, biarlah perbuatannya memuji dia di pintu-pintu gerbang.
􀂉 Barukh Khaniim, Berkat atas Anak
• Untuk Anak Laki-laki :
Yeshimka Elohim ke Ephraim we ki Manashe
[Elohim membuat engkau seperti Ephraim dan Manashe]
• Untuk Anak Perempuan :
Yeshimka Elohim ke Sarah, Rivkah, Rakhel, we Leah
[Elohim membuat engkau seperti Sarah, rebeka, Rakhel dan Lea]
􀂉Berkat Harun
Yebareka Yahweh we yismreka; Yaer Yahweh panai eleika wikhuneka; Yisya Yahweh panai eleika weyasyem leka shalom. [Be shem Yahshua ha Mashiah, Halelu-Yah, Amin]
Yahweh memberkati engkau dan melindungi engkau; Yahweh menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; Yahweh menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. [Dalam Nama Yahshua Ha Mashiah, Halelu-Yah, Amin.

AVODAH SHABAT a
[Ibadah Sabat Pertama]
􀂉 Penatua dan Pelayan Ibadah berdoa sebelum ibadah
􀂉 Doa Pembukaan
􀂉 Keein Eloheinu [Tidak ada yang seperti diri-Mu]
Jemaat bangkit berdiri
• Ein Ke Eloheinu; Ein Ke Adonenu
[Tidak ada yang seperti Elohim kami; Tidak ada yang seperti Tuhan kami]
• Ein Ke Malkeinu; Ein Ke Moshienu
[Tidak ada yang seperti Raja kami; Tidak ada yang seperti Juruslamat kami]
• Mi Ke Eloheinu; Mi Ke Adonenu
[Siapakah seperti Elohim kita; Siapakah seperti Tuhan kita?]
• Mi Ke Malkeinu; Mi Ke Moshienu
[Siapakah seperti Raja kita; Siapakah seperti Juruslamat kita?]
• Nodeh Le Eloheinu; Nodeh Le Adonenu
[Bersyukurlah kepada Elohim kita; Bersyukurlah kepada Tuhan kita]
• Nodeh Le Malkeinu; Nodeh Le Moshienu
[Bersyukurlah kepada Raja kita; Bersyukurlah kepada Mesias kita]
• Barukh Eloheinu; Barukh Adonenu
[Diberkatilah Elohim kita; Diberkatilah Tuhan kita]
• Barukh Malkeinu; Barukh Moshienu
[Diberkatilah Raja kita; Diberkatilah Mesias kita]
• Atta Hu Eloheinu; Atta Hu Adonenu
[Engkau adalah Elohim kami; Engkau adalah Tuhan kami]
• Atta Hu Malkeinu; Atta Hu Moshienu
[Engkau adalah Raja kami; Engkau adalah Mesias kami]
􀂉 Shema & Ahavta [Dengarlah & Kasihilah]
Shema Yisrael : Yahweh Eloheinu Yahweh Ekhad. We ahavta et Yahweh Eloheika bekal levaveka ubekal nafsyeka ubekal meodeka [Shemot 6:4-5]
[Dengarlah Israel : Yahweh Elohim kita Yahweh itu Esa. Kasihilah Yahweh Elohimmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu, Ul 6:4-5]
􀂉 Menyanyikan Shema Yisrael
􀂉 Amidah [Berdiri dihadapan Elohim]
Jemaat bangkit berdiri
• Pembaca :
Ya Yahweh, bukalah mulutku dan aku akan menyerukan pujian bagi-Mu
• Jemaat :
Terpujilah Engkau, Yahweh Elohim kami, Elohim nenek moyang kami, Elohim Abraham, Elohim Ishak, Elohim Yakub. Engkau besar dan berkuasa, mulia dan agung, berlimpah kasih setia dan menjaga kekuasaanya atas segala sesuatu. Engkau mengingat perbuatan yang mulia dari leluhur kami dan sebab Engkau adalah Elohim yang Pengasih, Engkau menggengam milik kepunyaan-Mu dengan tangan kanan-Mu sebagai penebus bagi anak-anak kami dan keturunan mereka
Sampai semua keturunan akan mengaku kebesaran-Mu dan sampai selamanya, kami akan mengaku kekudusan-Mu. Sampai seluruh bangsa-bangsa, mulai dari Yudea dan sampai seluruh bumi, kami akan mengaku pemeliharaan-Mu dalam Yahshua ha mashiah. Kebesaran dan Kekuasaan adalah bagi Yahweh Elohim kita, yang dalam kasih-Nya memberikan Mesias sebagai penebus bagi dosa-dosa kami
􀂉 Pujian dan Penyembahan [Jemaat duduk]
Pemimpin pujian menaikkan beberapa lagu pujian
􀂉 Tehilim ha Shamayim [Pujian Surgawi]
Jemaat bangkit berdiri
• Pemimpin :
Kemudian daripada itu aku melihat: Sesungguhnya sebuah pintu terbuka di Sorga dan suara yang dahulu telah kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya : Naiklah kemari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi sesudah ini. Segera aku dikuasai oleh Roh dan lihatlah, sebuah tahta ada di Sorga dan di tahta itu ada Yang duduk.
Dan Yang duduk di tahta itu nampaknya bagaikan permata yaspis dan permata sardis; dan suatu pelangi melingkungi tahta itu gilang gemilang bagaikan zamrud rupanya.
Dan sekeliling tahta itu ada duapuluh empat tahta dan di tahta itu duduk dua puluh empat tua-tua yang memakai pakaian putih dan mahkota emas di kepala mereka. Dan dari tahta itu keluar kilat dan bunyi guruh yang menderu dan tujuh obor menyala-nyala dihadapan tahta itu; itulah ketujuh Roh Elohim.
Dan dihadapan tahta itu ada lautan kaca bagaikan kristal; ditengah-tengah tahta itu dan di sekelilingnya ada empat mahluk penuh dengan mata; disebelah muka dan disebelah belakang. Adapun mahluk yang pertama seperti singa dan mahluk yang kedua seperti anak lembu dan mahluk yang ketiga mempunyai muka seperti manusia dan mahluk yang keempat sama seperti burung nasar yang sedang terbang. Dan keempat mahluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan disebelah dalamnya penuh dengan mata dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam
• Jemaat :
Kudus, kudus, kuduslah Yahweh, Elohim Semesta Alam, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang
• Pemimpin :
Dan setiap kali mahluk-mahluk itu mempersembahkan puji-pujian dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk diatas tahta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya. Maka tersungkurlah keduapuluh empat tua-tua itu dihadapan Dia yang duduk diatas tahta itu dan mereka menyembah Dia yang hidup selama-lamanya. Dan mereka melemparkan mahkotanya dihadapan tahta itu, sambil berkata :
• Pemimpin & Jemaat :
Ya Tuan kami dan Tuhan kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat serta kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu, semuanya itu ada dan tercipta
􀂉 Pujian Menyambut Firman Yahweh [Jemaat Berdiri]
􀂉 Birkat atas pembacaan Torah [Jemaat berdiri]
• Pembaca :
Barukh et Yahweh hamvorakh
[Diberkatilah Yahweh yang berhak menerima segala pujian]
• Jemaat :
Barukh et Yahweh hamvorakh le olam wa ed
[Diberkatilah Yahweh yang berhak menerima segala pujian dari selama-lamanya sampai selama-lamanya]
• Pembaca :
Barukh Atta Yahweh Eloheinu, Melekh ha Olam, asher ba khar banu mi kol amim we natan lanu et Torato
[Diberkatilah Engkau Yahweh, Elohim kami, raja Semesta Alam, yang telah memilih kami dari semua umat manusia dan memberikan kami Torah]
• Jemaat :
Barukh Atta Yahweh noten ha Torah, Amin
[Diberkatilah Engkau Yahweh yang telah memberikan Torah, Amin]
􀂉 Bacaan Torah & Haftorah & Besorah
􀂉 Birkat atas selesainya pembacaan Kitab Suci
• Pembaca :
Barukh Atta Yahweh Eloheinu, Melekh ha Olam, asher natan lanu Torah emet we khay olam natan betokhenu
[Diberkatilah Yahweh Elohim kami, Raja Semesta Alam, yang telah memberikan kepada kami, Torah Kebenaran dan yang telah merencanakan kehidupan kekal ditengah-tengah kami]
• Pemimpin & Jemaat :
Barukh Atta Yahweh, noten ha Torah, Amin
[Diberkatilah Engkau Yahweh yang telah memberikan Torah, Amin]
􀂉 Midrash [Pengajaran]
􀂉 Pujian Kesanggupan [Jemaat Berdiri]
􀂉 Tefilah Avinu [Doa Bapa Kami]
Avinu sheba shamayim
[Bapa kami yang di Sorga]
Yitkadash shemeka
[Dikuduskanlah nama-Mu]
Tabo malkutheka
[Datanglah Kerajaan-Mu]
Yeashe retsoneka
[Jadilah kehendak-Mu]
Kaasher ba shamayim gam ba arets
[di Bumi seperti di Surga]
Etlehem hukenu ten lanu hayom
[Berikanlah kami pada hari ini, makanan kami yang secukupnya]
Umekhalanu alkhobotenu
[Ampunilah kami akan kesalahan kami]
Kaasher makhalnu gam anakhnu lehayabenu
[Sebagaimana kami telah mengampuni orang yang bersalah kepada kami]
We altevienu lidey nisayon
[Dan janganlah membawa kami dalam pencobaan]
Ki im tekhaltsenu min hara
[Namun lepaskanlah kami dari yang jahat]
Ki lekha hamamlakha
[Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan]
We ha gebura we hatiferet, leolmi olamim
[Dan kuasa dan kemuliaan, sampai selama-lamanya]
Amin
􀂉 Korban
􀂉 Pujian Syukur
􀂉 Pengakuan Iman Rasuli [Jemaat Berdiri]
1. Aku Percaya kepada Yahweh Bapa Yang Maha Kuasa Khalik Langit dan Bumi
2. Dan kepada Yahshua ha Mashiah, Tuhan kita, yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, yang menderita sengsara, dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan mati dan dikuburkan, turun kedalam Kerajaan Maut, pada hari yang ketiga, bangkit pula dari antara orang yang mati, naik ke Sorga ,duduk di sebelah kanan Yahweh Bapa Yang Maha Kuasa dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati
3. Aku percaya kepada Roh Kudus, Kehilat yang kudus dan Am, persekutuan orang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan orang mati, dan hidup yang kekal, Amin
􀂉 Birkat
Yebareka Yahweh we yismreka; Yaer Yahweh panai eleika wikhuneka; Yisya Yahweh panai eleika weyasyem leka shalom [Sefer Bamidbar 6:24-26]
Yahweh memberkati engkau dan melindungi engkau; Yahweh menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; Yahweh menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. Dalam Nama Yahshua Ha Mashiah, Halelu-Yah, Amin

Minggu, 21 Desember 2008

Nama TUHAN

Oleh: K.A.M. Jusufroni
Dalam Bahasa Ibrani tidak ada perbedaan antara “nama”, “sebutan” dan “gelar.” Kata “shem” dalam Bahasa Ibrani menunjukkan “nama” sekaligus “sebutan.” Kata ini digunakan dalam penyebutan nama diri atau nama pribadi (personal name), baik untuk orang, binatang, tumbuhan maupun tempat dan benda, misalnya dalam Kejadian 2:11 (nama sungai), 3:19 (nama orang), 4:17 (nama kota), dan sebagainya.

Kata “shem” juga digunakan untuk penyebutan nama generik atau sebutan (generic name), misalnya dalam Kejadian 5:2 (laki-laki dan perempuan diberi nama “manusia”), Kejadian 16:13 (Hagar menamai TUHAN: “El Ro’i”), 21:33 (Abraham menyebut nama TUHAN: “El ‘Olam” artinya “Ilah yang kekal”), Keluaran 6:2 (TUHAN menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub dengan nama “El Shadddai” artinya “Ilah Yang Berkuasa”), 34:14 (nama TUHAN disebut “Qanna” artinya “Cemburuan”), Mazmur 48:11 (“Elohim” digunakan sebagai nama TUHAN), Yesaya 9:5 (nama Mesias disebut “Penasihat Ajaib”, “Ilah Yang Perkasa”, “Bapa Yang Kekal” dan “Raja Damai”), 57:15 (nama TUHAN disebut “Qaddosh” artinya “Yang Maha Kudus”), Amos 5:27 (nama TUHAN disebut “Elohim Tseva’oth” artinya “TUHAN Semesta Alam”), dan banyak lagi ayat pendukung dalam Alkitab.

Istilah lain dalam Alkitab yang diterjemahkan “sebutan” adalah “qara” dan “zeker.” Tetapi, kedua istilah ini sama sekali tidak untuk dibedakan dengan “nama” (shem). Sebab, dalam Alkitab, kata “qara” sering menggantikan kata “shem” (misalkan 1Samuel 4:21). Sementara kata “zeker” lebih tepat diterjemahkan “memorial” atau “peringatan.”

Dalam Perjanjian Baru, pembedaan antara “nama”, “sebutan” dan “gelar” di kalangan Yahudi juga tidak ditemukan. Misalnya, “Kristus” yang adalah gelar bagi Yesus juga dianggap sebagai “nama” (onoma) bagi Yesus (Roma 15:20).

Nama TUHAN

Apakah TUHAN memiliki “nama pribadi” (personal name)? Inilah yang menjadi perdebatan di kalangan umat Kristen, yaitu ketika orang-orang Kristen berusaha membedakan antara “nama pribadi” (personal name) dengan “nama umum” (generic name). Sementara, dalam tradisi Semit, tidak dikenal pembedaan itu.

Sebagian orang kemudian menyimpulkan bahwa “YHWH” adalah “nama pribadi” TUHAN. Alasannya adalah, itulah nama yang diperkenalkan TUHAN kepada Musa dalam Keluaran 3:15 dan dianggap sebagai nama TUHAN turun-temurun yang wajib dipelihara dan dihormati.

Uniknya, nama “YHWH” baru diperkenalkan TUHAN kepada Musa dan belum diperkenalkan kepada Abraham, Ishak dan Yakub (Keluaran 6:2). Tentulah, nama ini juga belum diperkenalkan kepada generasi-generasi sesudah Yakub dan sebelum Musa. Sebab, jika nama itu sudah diperkenalkan sebelumnya kepada generasi-generasi itu, maka Musa tidak perlu lagi bertanya “siapa nama TUHAN.”

Pertanyaan Musa dalam Keluaran 3:13 mengenai “nama TUHAN” merupakan pengaruh dari budaya sekitar, khususnya Mesir, yang mengenal adanya “nama” bagi sembahan mereka. Tetapi, respon TUHAN pada ayat 14 adalah “ehye asher ehye” (harafiah: “yang akan ada adalah yang akan ada”, LAI menerjemahkan “AKU ADALAH AKU”). Dipertegas lagi pada kalimat berikutnya, “ehye” (harafiah: “yang akan ada” atau “yang telah ada”, LAI menerjemahkan “AKULAH AKU”). Baru kemudian pada ayat 15 muncul nama “YHWH.”

Respon TUHAN ini secara jelas menunjukkan bahwa DIA tidaklah bisa dibatasi oleh apapun, termasuk oleh sebuah nama. DIA yang dipanggil dengan nama “El Shaddai” pada zaman Abraham, Ishak dan Yakub adalah DIA yang sama dengan yang dipanggil “Elohim” ataupun “YHWH.”

YHWH

Meskipun TUHAN memiliki banyak sekali “nama” (shem), tetapi nama “YHWH” memang merupakan satu-satunya nama yang unik. Unik sebab nama ini tidak pernah diberi kata sandang “ha-” dan tidak memiliki akar kata yang bisa ditelusuri. Keunikan lainnya adalah nama ini tidak memiliki padanan dengan nama-nama sembahan bangsa Semit lainnya.

Mungkin inilah alasan lain kenapa YHWH kemudian dianggap sebagai “nama pribadi” TUHAN. Namun, jika kita ingin konsisten dengan tradisi Semitik, maka sebaiknya kita tidak membeda-bedakan antara “nama pribadi” dengan “nama umum” itu, sebagaimana lazimnya tradisi Semit.

Dalam kerangka teologis, memang nama YHWH perlu mendapatkan perhatian khusus. Orang Israel menyebut nama ini sebagai nama yang kudus, yang tidak boleh digunakan secara sembarangan (lashshaw), berangkat dari penafsiran mereka akan Keluaran 20:7.

Kata “lashshaw” (dengan sembarangan) dalam Keluaran 20:7 berakar dari kata sho atau sho’a, artinya “tindakan yang bersifat merusak atau merugikan.” Jadi, pengertian dalam Keluaran 20:7 seharusnya adalah “jangan menggunakan nama YHWH untuk hal-hal yang bersifat merusak atau merugikan, sebab YHWH akan menganggap bersalah orang yang menyebut nama-NYA untuk hal-hal yang bersifat merusak atau merugikan.”

Itulah sebabnya, orang-orang Israel kemudian membatasi penggunaan nama YHWH untuk hal-hal yang bersifat ibadah (termasuk perang untuk membela nama TUHAN, kota TUHAN, bait TUHAN dan umat TUHAN).

Nama YHWH adalah yang paling sering muncul dalam Perjanjian Lama (PL). Nama ini juga populer disebut “Tetragrammaton”, suatu istilah dalam Bahasa Yunani yang berarti “kata yang terdiri dari empat huruf.” Sering juga disebut “Quadriliteral.”

Nama ini muncul pertama kali dalam Kejadian 2:4 dan digunakan bersama-sama dengan nama Elohim (YHWH Elohim). Selanjutnya dalam keseluruhan PL, nama ini muncul hampir 6528 kali.

Dalam Septuaginta (LXX), nama YHWH diterjemahkan KURIOS dengan penggunaan huruf kapital semuanya. Sebab, dalam menjaga kekudusan nama itu, orang-orang Yahudi melarang penggunaan nama YHWH di luar Bait YHWH, baik dalam penulisan maupun pengucapan. Sementara, naskah LXX merupakan naskah yang cukup luas digunakan di luar Bait YHWH.

Model penulisan ini kemudian diikuti dalam alkitab terjemahan Inggris, dimana kata YHWH diterjemahkan LORD dan GOD. Dalam alkitab terjemahan LAI, kata YHWH sering diterjemahkan TUHAN dan ALLAH. Demikian juga dalam hal pengucapan. Orang-orang Yahudi menyebut YHWH dengan sebutan “ADONAI” ( TUHAN) atau “HASHSHEM” (Sang Nama).

Pada periode Bait YHWH, nama YHWH masih dibacakan oleh imam dalam liturgi pengucapan berkat imamat (Bilangan 6:24-26) setelah persembahan kurban harian. Dasar untuk tetap membacakan nama YHWH dalam berkat imamat adalah dalam Bilangan 6:27. Namun, jika ibadah dilakukan di sinagoge, nama YHWH tidak disebutkan melainkan digantikan dengan ADONAI. Pada perayaan Yom Kippur, Imam Besar menyebutkan nama YHWH sebanyak sepuluh kali dalam doa dan berkat.

Menjelang kejatuhan Yerusalem, nama YHWH tetap dibacakan tetapi dengan suara yang tidak nyaring, sehingga nama itu pun tidak terdengar dalam kantilasi para imam. Setelah kehancuran Bait YHWH (70 M), penyebutan nama YHWH dalam liturgi pun tidak dilakukan lagi. Meski demikian, tradisi penyebutan nama YHWH tetap dilakukan di sekolah-sekolah para rabbi.

Tradisi ini kemungkinan bertahan di sekolah-sekolah para rabbi hingga abad ke-4, dan setelah itu, tidak ada literatur yang dapat memberikan informasi mengenai penyebutan nama YHWH.

Di kalangan Samaritan, yang telah banyak melakukan modifikasi terhadap tradisi Yudaisme, nama YHWH hanya digunakan dalam pengucapan sumpah ketika terjadi skandal di antara para rabbi. Menurut penelitian, di kalangan Samaritan modern, nama YHWH dibaca Yahweh atau Yahwa.

Di kalangan Kristen, upaya untuk menemukan kembali cara penyebutan yang benar terhadap nama YHWH tetap dilakukan di antara bapak-bapak gereja. Epifanius, yang lahir di Palestina, menuliskan YHWH dalam Bahasa Yunani dengan iabe dan dibaca iave. Sementara, Theodoret, yang lahir di Antiokhia, menuliskan bahwa kaum Samaritan menyebut YHWH dengan sebutan yang sama (iabe), namun dalam beberapa bagian lainnya, ia justru menulisnya iabai.

Para ahli modern kemudian melacak dari periode pemberian bunyi vokal dalam huruf Ibrani oleh kalangan Masora atau yang lebih populer disebut Masoret. Dalam naskah Masora, kata YHWH diberi vokal YEHOWAH. Bentuk ini muncul sebanyak 6518 kali dalam keseluruhan Teks Masora. Dari sinilah muncul istilah Inggris JEHOVAH, dimana huruf yod dibaca J (band. Yerushalayim menjadi Jerusalem) dan waw dibaca V (band. Dawid menjadi David).

Menurut para pendukung penyebutan YEHOWAH atau JEHOVAH, penyebutan ini muncul dengan memasukkan bunyi vokal pada kata Adonai ke dalam kata YHWH. Namun, penyebutan ini kemudian dikritik oleh para ahli bahasa modern.

Secara grammatikal, memasukkan bunyi vokal Adonai ke dalam YHWH merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Sebab, pada kata Adonai, konsonan alef diberi vokal khataf patakh (a), yang digunakan untuk konsonan-konsonan gutteral (huruf-huruf tenggorokan). Sementara, kata YHWH diawali dengan konsonan yod, yang bukan konsonan gutteral. Akibatnya, bunyi vokal khataf patakh harus mengalami modifikasi menjadi shewa untuk bisa sesuai dengan kata YHWH.

Meskipun khataf patakh dan shewa sama-sama merupakan bunyi lemah, dan merupakan allofon dari fonem yang sama, tetapi perubahan ini tidak bisa diterima oleh kebanyakan ahli linguistik modern. Karenanya, para ahli modern mengatakan bahwa pemberian vokal Adonai pada kata YHWH oleh kelompok Masora bukanlah dengan tujuan supaya kata YHWH dapat dibaca, melainkan dengan tujuan supaya ketika orang menemukan kata YHWH, maka mereka membacanya Adonai.

Salah satu pakar Bahasa Ibrani yang keberatan dengan teori di atas adalah Wilhelm Gesenius (1786-1842). Karena itu, ia lebih setuju jika rekonstruksi tetragammaton dilakukan dengan mengkaji ulang transliterasi Yunaninya yang digunakan di kalangan Yudaisme, Samaritan, dan bapak-bapak gereja mula-mula.

Penyelidikan juga dilakukan terhadap penggunaan nama YHWH pada nama orang dalam PL. Hasilnya adalah nama itu muncul dalam bentuk Yeho- atau Yo- ketika berada di depan nama orang (misalnya: Yehoshu’a; Yoram), dan menjadi –Yahu atau –Yah ketika berada di belakang nama orang (misalnya: Yisayahu; Adoniyah).

George Wesley Buchanan mengatakan bahwa dalam bentuk-bentuk singkatan, nama YHWH lebih sering muncul dalam bentuk Yah atau Yo, misalnya dalam kitab-kitab sastra, khususnya Mazmur. Jika diucapkan dengan tiga suku kata, maka kemungkinan yang terdekat adalah Yahowah atau Yahuwah, sedangkan dalam dua suku kata kemungkinan yang terdekat adalah Yaho.

Dalam tulisan bapak-bapak gereja, transliterasi Yunani yang paling dominan muncul untuk YHWH adalah:

1. Iaôuê; Iabe

2. Iao; Iae

3. Aia

4. Ia

dari keempat model tersebut, sebutan Iabe digunakan oleh kalangan Samaritan sehingga diyakini sebagai penyebutan yang paling mendekati dengan penyebutan kuno terhadap YHWH.

Dari situlah kemudian muncul sebutan Yahweh yang kemudian didukung dengan sejumlah naskah sekunder lainnya, di antaranya salah satu papirus dan naskah-naskah Ethiopia tentang Yesus. Meskipun Yahweh dianggap sebagai penyebutan yang paling mendekati sebutan kuno, namun, para penafsir Yahudi tetap tidak mau menerima sebutan itu.

Di kalangan Yahudi, sebutan Yehowah (Jehovah) dan Yahweh sama-sama ditolak. Alasannya, di samping karena tradisi yang mengharuskan demikian, mereka juga menganggap sebutan-sebutan itu hanyalah hipotesis yang sewaktu-waktu bisa berubah dengan berbagai penemuan manuskrip-manuskrip kuno. Hal yang sama berlaku untuk penulisan ke dalam huruf lain (transliterasi).

Ketika menuliskan YHWH ke dalam teks Latin Inggris, mereka menulisnya G-d. Bahkan, di kalangan ortodoks, penulisan ke dalam teks Ibrani pun mengalami penyingkatan menjadi יי (YY) demi penghormatan terhadap YHWH.

Nama ini sering digabungkan dengan istilah-istilah tertentu:

- YHWH Yir’e – “YHWH akan menyediakan”

harafiahnya “YHWH akan melihat” dan lebih sering di baca Yire (atau versi Inggrisnya: Jireh), padahal seharusnya dibaca Yir-e dari kata Ra’a (ראה) – Kejadian 22:8,14

- YHWH Rafa – “YHWH Yang menyembuhkan”

Keluaran 15:26

- YHWH Nissi – “YHWH adalah panji-panjiku”

ini tidak dipahami sebagai Nama TUHAN tetapi lebih sebagai peringatan suatu peristiwa – Keluaran 17:15

- YHWH Shalom – “YHWH adalah keselamatan”

Kata Shalom memiliki makna luas dalam Bahasa Ibrani, meliputi “kedamaian, kesejahteraan, ketentraman, kemakmuran, dan sebagainya” – Hakim-hakim 6:24

- YHWH Ra’i – “YHWH adalah gembalaku”

Lebih sering disebut YHWH Ra’a “YHWH adalah gembala” – Mazmur 23:1

- YHWH Tsidqenu “YHWH adalah keadilan kita”

Bisa juga berarti “YHWH adalah kebenaran kita” – Yeremia 23:6; 33:16

- YHWH Shamma “YHWH hadir di situ”

Bisa juga berarti “YHWH hadir” – Yehezkiel 48:35

- YHWH Tseva’oth – “YHWH Semesta Alam”

Harafiahnya “YHWH bala tentara” – 1Samuel 1:3; 17:45

Elohim

Nama “Elohim” berakar dari kata “El.” Kata El diadopsi dari bahasa Kanaan, kerajaan kecil yang pertama kali direbut Israel sekeluarnya dari Mesir. Di Kanaan, menurut sejarah, El merupakan nama kepala dewa Kanaan dan ayah dewa Baal. Kata ini memiliki padanan dengan kata “Il dalam bahasa Ugarit dan Arab. Secara harafiah, kata ini sebenarnya berarti “kekuatan; tenaga; Yang Perkasa; pahlawan.” Digunakan juga untuk manusia dan benda

Merupakan sebutan umum bagi sembahan/ilah di wilayah Semitik. Di wilayah Semit Timur (Akkadian) dikenal il, illi, ili Dalam dialek Amorit (Arab Utara): ila, ilah, ilum

Dalam Bahasa Syria (abad ke-7): alaha

Dalam Bahasa Kanaan: el

Dalam Bahasa Ibrani: el, eloah, elah

El muncul sebanyak 242 kali dalam PL (sudah termasuk bentuk-bentuk perubahannya) diterjemahkan:

1. TUHAN

2. Kuasa/kemampuan

3. Penghuni surgawi

4. Ilahi

5. Hawa nafsu

Untuk membedakan dengan nama ilah lain di wilayah Semit, dalam Alkitab, ketika El merujuk kepada YHWH (TUHAN Israel) selalu disertai dengan kata sifat tambahan

Misalnya: El-Shaddai (El Yang Maha Kuasa), El ‘Elyon (El Yang Maha Tinggi), El ‘Olam (El Yang Kekal), El-Ro’i (El Yang Melihat), El Elohe Yisra’el (El Ilah Israel), El-Hakkavod (El Yang Mulia)

Bentuk lain dari “El” adalah Eloah muncul sebanyak 56 kali dalam PL (sudah termasuk bentuk-bentuk perubahannya) diterjemahkan “Allah” dalam TB-LAI, baik merujuk kepada TUHAN Israel maupun tuhan bangsa lain (2Tawarikh 32:15)

Paling sering muncul dalam kitab-kitab sastra, khususnya Ayub (40 kali). Dalam kitab Taurat, hanya muncul dalam kitab Ulangan.

Asal kata ini tidaklah jelas. Banyak ahli meyakini bahwa kata ini telah digunakan sejak milenium ke-2 SM (Ulangan 32:15) dan abad ke-5 SM (Nehemia 9:17). Dalam bahasa Arab, kata ini sepadan dengan kata Ilah, sedangkan dalam bahasa Aramik kuno (Kasdim), kata ini sepadan dengan kata Elah, yang diterjemahkan “Allah” dan “dewa.”

Kata Elah muncul sebanyak 95 kali dalam kitab-kitab PL yang dituliskan dalam Bahasa Aramik (Ezra dan Daniel) juga diterjemahkan “Allah” dan “dewa.”

Kata Elah dominan digunakan dalam kitab Ezra, yaitu sebanyak 43 kali dan selalu merujuk kepada TUHAN Israel. Dalam kitab Yeremia, satu-satunya ayat yang ditulis dengan Bahasa Aramik, yaitu 10:11, kata ini digunakan untuk menyebutkan “para ilah”

Kata Elohim muncul sebanyak 2.605 kali dalam PL. Elohim adalah bentuk jamak dari kata El dan Eloah. Namun, dalam PL, kata ini justru lebih sering digunakan dalam bentuk tunggal, yaitu ketika menyebut TUHAN Israel.

Karena merupakan bentuk jamak, banyak penafsir Kristen mengaitkan Elohim dengan Trinitas. Sementara, para penafsir kontemporer lebih melihatnya sebagai pengaruh atau bias politeisme di sekitar Israel. Kedua pendapat ini tidak didukung oleh bukti-bukti identik, baik dari Alkitab maupun dari luar Alkitab (tradisi Ibrani dan literatur lain).

Dalam tradisi Ibrani, penggunaan bentuk jamak sudah lazim dimaksudkan untuk mengintensifkan/memperluas gagasan yang dikemukakan dalam bentuk tunggalnya. Misalnya kata langit dan air selalu muncul dalam bentuk jamak: shamayim dan mayim. Dengan demikian, Elohim mengarahkan perhatian kepada kepenuhan TUHAN yang tak kunjung habis, kepada kelimpahan hidup dalam TUHAN.

Adonai

Kata “Adonai” merupakan bentuk jamak dari kata “Adoni” artinya “tuanku, Tuhanku.” Kata ini berakar dari Adon, yang berasal dari Bahasa Ugarit, Funisia dan Akkadian, artinya “Tuan, Junjungan, atau Tuhan.” Biasanya digunakan untuk menyebutkan seseorang yang memiliki kuasa atas para budak (Kejadian 24:9). Sering juga digunakan untuk para raja dan pejabat-pejabat kerajaan. Dalam PL, kata ini muncul sebanyak 334 kali.

Dalam Bahasa Funisia kata “Adonai” digunakan untuk menyebut dewa Tammuz, yang sejajar dengan dewa gembala Dumuzi di Sumeria.

Kata Adonai muncul sebanyak 432 kali dalam PL. Pada zaman PL, orang Ibrani menyebut YHWH dengan sebutan “Adonai” sebab bagi mereka, nama YHWH amatlah suci, sehingga tidak bisa disebutkan begitu saja, kecuali dalam ibadah-ibadah di Bait TUHAN.

Allah

Kata “Allah” berasal dari bahasa Arab dan berakar dari kata kuno Il (dari bahasa Ugarit) atau El (Kanaan). Sama halnya dengan El, kata Allah berawal dari sebutan lazim di tanah Arab terhadap kepala para dewa. Nama itu telah dikenal di Arab jauh sebelum Islam dan pernah ditemukan dalam prasasti di Afrika Utara.

Selain Allah, di Arab juga dikenal nama-nama dewa lainnya seperti Hubal, al-Lat, al-‘Uzza, dan Manat. Allah diyakini sebagai kepala para dewa, sama seperti Zeus dalam mitologi Yunani atau El dalam mitologi Kanaan.

Menurut Carleton S. Coon, nama “Allah” awalnya hanyalah sebuah gelar untuk dewa bulan Arab, berasal dari dua kata “al-ilah” yang kemudian menjadi sebuah kata tunggal “Allah.” Teori ini begitu populer meskipun banyak yang menolaknya.

Mereka yang menolak teori ini mengatakan bahwa teori ini menyalahi bahasa dan kaidah bahasa Arab. Bentuk ma'rifat (definitif) dari kata ilah adalah al-ilah, bukan Allah. Dengan demikian kata al-ilah dikenal dalam bahasa Arab.

Penggunaan kata tersebut misalnya oleh Abul A'la al-Maududi dalam Mushthalahatul Arba'ah fil Qur'an dan Syaikh Abdul Qadir Syaibah Hamad dalam al-Adyan wal Furuq wal Dzahibul Mu'ashirah. Kedua penulis tersebut tidak menggunakan kata Allah, melainkan al-ilah sebagai bentuk ma'rifat dari ilah.

Dalam bahasa Arab pun dikenal kaidah, setiap isim (kata benda atau kata sifat) nakiroh (umum) yang mempunyai bentuk mutsanna (dua) dan jamak, maka isim ma'rifat kata itu pun mempunyai bentuk mutsanna dan jamak. Hal ini tidak berlaku untuk kata Allah, kata ini tidak mempunyai bentuk ma'rifat mutsanna dan jamak. Sedangkan kata ilah mempunyai bentuk ma'rifat baik mutsanna (yaitu al-ilahani atau al-ilahaini) maupun jamak (yaitu al-alihah). Dengan demikian kata al-ilah dan Allah adalah dua kata yang berlainan.

Robert Morey dalam bukunya berjudul Islamic Invasion: Confronting the World Fastest Religion menghubungkan nama “Allah” dengan dewa bulan bangsa Babel. Bukti yang digunakan oleh Morey untuk mendukung teorinya adalah adanya penggunaan simbol bulan sabit di atas kubah masjid.

Morey lupa bahwa penggunaan simbol bulan sabit di kalangan Islam baru dimulai pada sekitar tahun 1453 oleh penguasa Otoman Turki, yaitu ketika Muhammad II berhasil merebut Konstantinopel. Pada waktu itu, simbol bulan sabit menjadi simbol Kerajaan Turki dan Islam. Lambang bintang baru ditambahkan oleh Sultan Selim III pada 1793, tetapi bintang dengan lima sudut baru disahkan pada 1844.

Sebelum digunakan oleh Turki dan Islam, lambang bulan sabit digunakan sebagai simbol keterbukaan dan kejayaan di Byzantium, sebab menurut tradisi, bulan pernah membantu Byzantium dari serangan Filipus dari Makedonia pada tahun 339 SM. Untuk mengenang kemenangan itu, rakyat kemudian mengadopsi simbol bulan sabit Dewi Diana menjadi simbol kota. Ketika kota itu menjadi Kristen pada tahun 330 M, simbol bulan sabit menjadi atribut bagi Perawan Maria.

Morey juga tidak menelusuri sejarah bahwa orang-orang Yahudi dan Kristen di Arab telah menggunakan nama Allah jauh sebelum Islam muncul. Dalam catatan sejarah Yahudi, bahasa Arab turut mempengaruhi bahasa Ibrani modern ketika dalam masa peralihan dari pengaruh abjad Samaria ke abjad Aramik. Kalangan Yahudi dan Kristen Arab menerjemahkan kata EL, Eloah, bahkan Elohim dengan kata Allah. Demikian juga terjemahan Syria untuk kata ALAHA yang digunakan Yesus dalam Markus 15:34.

Ketika Konsili Efesus digelar (431 M), nama seorang uskup di wilayah Arab Harits adalah Abd Allah (Hamba Allah). Sebuah prasasti kuno, yaitu prasasti Zabad, dari tahun 512 M bertuliskan “Bismillah” (dengan nama Allah) dilengkapi dengan tanda salib. Atau prasasti Umm al-Jimmal (abad ke-6) bertuliskan “Allahu Ghafran” (Allah yang mengampuni).

Di kalangan Yahudi, terkenal seorang Rabbi bernama Moshe ben Ma’imun. Dialah yang menuliskan buku Mishna di sinagoge Ben Ezra, Kairo, dalam Bahasa Ibrani dan Arab. Dalam tulisannya itu, Rabbi Moshe menerjemahkan kata “El” dan “Elohim” dengan kata “Allah.”

Umumnya orang-orang Islam, Kristen, dan Yahudi yang berbahasa Arab menggunakan kata Allah sebagai nama bagi TUHAN. Hal ini ditemukan dalam Tanakh dan Injil berbahasa Arab, dan dalam al-Qur’an.

Terjemahan Baru LAI

Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) dalam menerjemahkan Alkitab dari Bahasa Ibrani, Aram dan Yunani ke Bahasa Indonesia menerjemahkan hampir semua nama TUHAN ke dalam Bahasa Indonesia. Satu-satunya nama yang dipertahankan adalah “El-Roi” (baca: El-Ro’i) dalam Kejadian 16:13.

Nama “YHWH” diterjemahkan seperti yang dilakukan oleh Septuaginta (LXX). LXX menerjemahkan YHWH dengan kata “KURIOS” dan LAI pun mengikutinya—sebagaimana juga dilakukan oleh sebagian besar lembaga-lembaga alkitab lainnya di dunia—dengan menerjemahkan nama “YHWH” menjadi “TUHAN” (menggunakan huruf kapital semuanya; KJV menerjemahkan “LORD”). Sedangkan “El”, “Eloah”, “Elah” dan “Elohim” diterjemahkan “Allah” (LXX menerjemahkan “Theos”; KJV menerjemahkan “God”).

Kata “Adon” dan “Adonai” diterjemahkan “Tuhan” (hanya huruf pertama yang menggunakan huruf kapital).

Kesulitan yang dihadapi LAI adalah ketika ditemukan kata “Adonai YHWH” (misalnya dalam Kejadian 15:2,8; Yosua 7:7). LAI terpaksa menerjemahkan “Tuhan ALLAH” (KJV menerjemahkan Lord GOD), sebab tentunya akan mengalami kesulitan dalam membaca jika ayat ini diterjemahkan mengikuti kaidah lainnya menjadi “Tuhan TUHAN.”

LXX menerjemahkan kata “Adonai YHWH” dengan beragam bentuk: “despotes KURIOS” (Kejadian 15:2,8), “adonaie KURIOS” (Hakim-hakim 16:28), “KURIOS” (Yosua 7:7; dalam kitab Yehezkiel), dan “kurie mou kurie” (2Samuel 7:18-22, 28, 29).

Nama TUHAN dalam Liturgi Ibrani

Dalam 2Tawarikh 6:14 dan 15, dituliskan mengenai doa berkat Salomo dalam pentahbisan Bait Suci.

(14) “Ya YHWH, TUHAN Israel” (YHWH Elohe Yisra’el)—“tidak ada ilah seperti ENGKAU” (Ein-kamokha Elohim)

Bagian awal dari doa berkat Salomo (ay. 14,15) berisi pengudusan nama TUHAN (YHWH). Ini lazim dalam doa-doa Ibrani sebagaimana juga Doa BAPA Kami yang diajarkan Yesus.

Pengudusan nama TUHAN dalam doa berkat ditegaskan dalam Bilangan 6:27 “harus mereka meletakkan nama-KU (wesamu eth-shemi)... maka AKU akan memberkati mereka (wa’ani avarakhem)

Sebagaimana lazimnya sebuah doa resmi atau doa yang diucapkan dalam ibadah-ibadah umum dan upacara-upacara khusus, maka unsur-unsur kredo (syahadat) selalu ada di dalamnya. Sebab, doa bersama juga mengandung pengajaran bagi umat.

Karena itu, Salomo menekankan prinsip-prinsip iman mengenai TUHAN yang ia sembah:

1. YHWH ADALAH NAMANYA (band. ay. 16, 17, dan 19—band. juga Kolose 1:3; Q 29:46; 3:84)

Ini menegaskan kepada siapa doa itu ditujukan, sekaligus membedakan dengan ritual-ritual dan ilah-ilah bangsa lain (band. Keluaran 3:14,15; Mazmur 9:17; Matius 23:9; Mazmur 54:8; Keluaran 15:3; 1Raja-raja 18:24; Yesaya 42:8; 47:4; Yeremia 33:2; Mazmur 135:13).

Nama YHWH dihubungkan dengan perjanjian kekal antara TUHAN dengan umat-NYA, sebab nama YHWH mengandung makna kekekalan perjanjian itu sendiri.

Band. Kel. 3:14 “AKU ADALAH AKU” (Ehye Asher Ehye)

Kata EHYE (TB-LAI: “AKU”) dalam Bahasa Ibrani mengandung dua makna waktu, yaitu “sekarang” (present tense) dan “yang akan datang” (future tense).

Karena itu, dalam Complete Jewish Bible (CJB), kata EHYE diterjemahkan “AKU ADALAH” atau “AKU AKAN ADA.”

Pada kalimat selanjutnya, kata EHYE diterjemahkan “AKULAH AKU” untuk menegaskan bahwa YHWH adalah TUHAN Perjanjian, TUHAN yang tidak dipengaruhi oleh apapun juga dan yang ketetapan-NYA tidak dapat diubah oleh siapapun selain DIA.

2. IA ADALAH ESA (band. Galatia 3:20; Efesus 4:6; 1Timotius 2:5)

Prinsip monoteisme adalah prinsip iman yang utama dalam kredo Yahudi (band. Ulangan 6:4 dan penegasan Yesus dalam Markus 12:29).

Lihat juga Keluaran 8:10; Yesaya 40:25; Keluaran 34:14; 20:3; Yohanes 17:3.

3. DIA YANG MEMELIHARA “PERJANJIAN” (berith) DAN “KASIH SETIA” (khesed)

Dalam keseluruhan Perjanjian Lama, kata berith muncul sebanyak 285 kali, sedangkan kata khesed muncul sebanyak 249 kali (band. Kel. 15:13).

Yehi Shem YHWH Mevorakh!